Sejarah Yaman dalam Narasi Teks-Teks Agama

yemen

Yaman yang saat ini tengah bergolak dikenal sebagai tanah tempat lahirnya berbagai peradaban tua. Namanya disebut-sebut dalam sejarah kaum ‘Ad, Saba, hingga Himyar. Sumber tulisan ini adalah keterangan yang tercantum di dalam teks-teks agama, khususnya teks agama Islam. Bagaimanapun juga, teks-teks tersebut sampai kini masih menjadi sumber rujukan utama (bahkan menjadi satu-satunya) saat menggali segala hal yang pernah terjadi di masa lalu.

Geografi Semenanjung Arab

Yaman terdapat di bagian selatan Jazirah Arab. Kawasan jazirah Arab sendiri berdasarkan sejarah peradaban yang muncul di kawasan itu, terbagi menjadi tiga bagian.  Pertama adalah kawasan utara dan barat laut yang dinamakan Hijaz. Kedua adalah kawasan timur dan tengah dinamakan Shahra’ Al-‘Arabiyah (padang pasir Arab). Sedangkan kawasan ketiga terletak di sebelah selatan, yang  dinamakan Yaman.

Manusia telah mendiami semenanjung ini sejak zaman dahulu. Kaum Qahtan yang dikenal dengan nama Arab Al-‘Aribah seluruhnya tinggal di Yaman dan selatan semenanjung itu. Qahtan adalah nama seorang lelaki yang berbicara dengan bahasa Suryani. Tetapi, anaknya mampu berbicara dengan bahasa Arab. Tidak diketahui, mengapa perubahan bahasa itu terjadi sedangkan keduanya tinggal di satu tempat saja.

Sejarah mencatat bahwa peradaban muncul di kawasan selatan (Yaman) dan utara (Hijaz). Adapun di kawasan timur yang tandus tidak terdeteksi adanya peradaban, meskipun di kawasan ini juga berdiam diri sejumlah kabilah Arab yang hidup nomaden.

Kaum ‘Ad dan Tsamud

‘Ad dan Tsamud adalah dua nama bangsa yang sangat terkenal. Kaum ‘Ad dan Tsamud berasal dari orang Qahtan. Sayangnya, sejarah tidak menceritakan kepada kita secara mendetail tentang mereka. Kalau bukan karena adanya keterangan teks-teks agama (ayat Al-Quran dan hadits/riwayat) yang menyebutkannya, niscaya kedua kaum ini tidak bakal diketahui dan hilang begitu saja ditelan masa. Hal ini dikarenakan tidak adanya informasi yang dapat dipercaya tentang mereka. Taurat pun tidak menjelaskan apa yang terjadi terhadap mereka.

Berdasarkan narasi teks agama, Kaum ‘Ad adalah kaum Nabi Hud yang mendiami padang sahara Al-Ahqaf yang areanya memanjang dari ‘Oman dan Mahrah sampai ke Hadhramaut (Yaman). Ini adalah kawasan selatan semenanjung Arab.

Sedangkan Tsamud adalah kaum Nabi Shaleh dan mereka berbangsa Arab Al-‘Aribah. Mereka mendiami Wadi Al-Qura yang terletak antara Madinah dan Syam (Suriah). Pengaruh mereka berkembang di Hujr hingga ke Batra’. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Batra’ telah ada sejak 5000 tahun yang lalu dan merupakan peninggalan sejarah manusia yang paling lama. Di sini juga menetap generasi kedua kaum ‘Ad dan di sinilah terdapat banyak peninggalan tulisan kuno sebagai peninggalan kaum Tsamud dan Aramiyah.

Kaum Saba

Setelah berlalunya peradaban kaum ‘Ad, Yaman juga dikenal dengan peradaban kaum Saba. Bahkan nama ini jauh lebih dikenal dibandingkan kaum ‘Ad. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa nama kisah tentang kaum Saba diulas secara agak panjang di dalam Al-Quran Surah An-Naml dan Surah Saba’.

Raja pertama Yaman berasal dari kaum Qahtan bernama Saba bin Yasyjib bin Ya’rib bin Qahtan. Keturunan Saba ini tinggal di Yaman atau di selatan Semenanjung Arab sejak dahulu, dan Ma’rib adalah nama ibukotanya.

Kerajaan Saba’ pernah berkuasa di sebagian kawasan ini. Ratu Balqis pernah memerintah di dalamnya dalam waktu yang singkat. Kemudian, pemerintahan ini jatuh ke tangan Nabi Sulaiman (Solomon), dan setelah itu di tangan putera Sulaiman yang bernama Arhab’am. Setelah itu, kerajaan berpindah ke tangan orang-orang Himyar, hingga kerajaan dipimpin oleh seorang yang bernama Taba’ dan menjadi kerajaan Taba’iyah.

Sebagaimana yang diketahui, Sulaiman berasal dari Bani Israel. Pusat kekuasaannya sendiri adalah Jerussalem. Dengan demikian, sejak masa itu, pengaruh Yahudi dan Israel sangat kuat di Yaman.

Bendungan Ma’rib Dan Banjir A’rim

Bendungan Ma’rib selesai dibangun 1000 tahun sebelum Masehi dan terletak di selatan semenanjung ini. Dalam Ensiklopedia Sejarah Islam dikatakan bahwa arsitek bendungan ini bernama Luqman bin ‘Ad bin ‘Aadia.

Terdapat dalam prasasti atau tulisan lama yang mengatakan bahwa bendungan ini menjadikan kota Yaman makmur, sekitar tahun 510 sebelum Masehi, yaitu pada zaman seorang raja yang bernama Simah Ali Yanaq. Menurut Tarikh Al-Yaman, di antara jarak abad kelima dan keenam sebelum Masehi, bendungan ini runtuh dua kali. Keruntuhannya yang kedua kali menyebabkan kejadian banjir besar Al-‘Arim yang menyebabkan penduduknya mengungsi dari tempat tersebut ke berbagai kawasan di sekitarnya.

Diceritakan juga bahwa salah seorang pemimpin Yaman bernama ‘Amr bin ‘Aamir sudah memprediksi akan tenggelamnya bumi Yaman dalam waktu dekat. Lalu ia memberitahukan kepada anak-anaknya tentang hal itu. Oleh karena itu, mereka pun menjual harta benda mereka dan berpindah ke suatu tempat bernama ‘Akk, kemudian berpindah lagi ke Najran.

Di kawasan Najran, orang-orang Yaman itu bentrok dengan penduduk lokal (kaum Mazhaj). Amr kalah, dan lari ke Juhfah untuk kemudian menetap di situ. Hanya dua orang saja anak ‘Amr yang bernama Aus dan Khazraj, yang berpindah ke Yatsrib (Madinah), sedangkan yang lain tetap tinggal di Juhfah.

Dua suku Aus dan Khazraj inilah yang menjadi cikal bakal kaum Anshar, yaitu penduduk Madinah yang menerima dengan tangan terbuka kedatangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Beberapa Catatan

Ada beberapa catatan kritis terkait dengan sejarah Yaman, khususnya dalam kasus migrasinya bangsa Yaman ke Akk, Najran, Juhfah, dan akhirnya, Aus dan Khazraj yang bermigrasi ke Madinah. Pertama adalah soal pilihan kota Madinah sebagai tujuan akhir migrasi. Sebagaimana yang bisa dilihat di peta, jarak antara kota Madinah dan Yaman itu sangat jauh. Sementara itu, ada banyak kawasan-kawasan di sekitar Yaman yang bisa dijadikan sebagai tujuan migrasi. Kalau alasan migrasi hanya sekedar mengungsi dari bencana banjir, kawasan-kawasan tersebut sama sekali tidak terdampak banjir, sehingga sangat layak untuk menjadi kota suaka.

Catatan kritis berikutnya adalah soal keberadaan dua kabilah Yahudi besar di Yatsrib (Madinah), yaitu Bani Quraizhah dan Bani Nadzir, yang disebut-sebut sudah ada di Madinah sebelum kedatangan orang-orang Yaman.  Di sini, muncul spekulasi dari Abu Jabilah (dikutip oleh kitab Tarikh Al-Yaman) yang menyatakan bahwa kepergian mereka ke kawasan Madinah justru dengan motivasi membunuh Yahudi, bukan semata-mata migrasi akibat banjir.

Hal aneh lainnya adalah soal tidak adanya peradaban yang dibangun oleh orang-orang Yaman di Madinah. Ini adalah hal yang agak aneh. Sebagaimana yang diketahui, mereka sebelumnya tinggal di suatu daerah yang beradab. Mereka mampu membangun bangunan-bangunan yang agung dan indah. Mereka juga mampu menyusun undang-undang kota. George Zidane (dalam Ensiklopedia Tarikh Islami) menulis: “Di kota Ma’rib terdapat istana-istana yang tinggi. Pintu-pintu dan atap-atapnya dihiasi dengan emas. Begitu juga pinggan-mangkuk yang digunakan terbuat dari emas. Bahkan  tempat tidur dan singgasananya juga dihiasi dengan emas, permata, dan batu-batu yang berharga.”

Hal ini juga menimbulkan spekulasi lain, bahwa kedatangan mereka ke Madinah bukan sekedar soal banjir, dan juga bukan soal “memburu Yahudi, melainkan soal penantian akan kedatangan seorang nabi terakhir. Mereka menunggu untuk menjadi pendukung utama bagi pembangunan peradaban dahsyat yang kelak akan ditorehkan oleh Nabi Muhammad (IC-MES.org).

 

*) Disarikan dari berbagai bagian pembahasan tentang Yaman yang terdapat pada buku “Muhammad dan Kaum Yahudi” karya Sayid Ja’far Kashfi.