[Commentary] Benarkah Turki Penjaga Perdamaian?

Tulisan ini merupakan tanggapan dari intisari dari paper yang dimuat dalam Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects yang berjudul The Role of Turkey Within Petroleum Between the Caspian Sea Basin and the Middle East. Artikel ini dipublikasikan secara online pada 7 Juni 2010 di tautan ini: http://dx.doi.org/10.1080/15567030903078202. Initsari jurnal telah diterbitkan di tautan ini: http://ic-mes.org/energy/peran-turki-bagi-petrolium-kaspia-dan-timur-tengah/

turki-dan-isisKarena jurnal Demirbas diterbitkan pada tahun 2010, ada beberapa analisisnya yang tidak relevan dengan situasi hari ini. Misalnya, ketika ia mengatakan bahwa Turki memiliki ikatan sejarah, budaya, dan tradisional dengan negara-negara Timur Tengah, dan memelihara hubungan baik dengan semua negara kawasan. Ia menambahkan bahwa Turki mendukung segala upaya yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian abadi yang komprehensif di Timur Tengah.

Faktanya, setahun kemudian yaitu pada bulan Mei 2011, meletus pemberontakan Arab Spring di Suriah, dan Turki merupakan salah satu sponsor utama, selain negara-negara Barat dan Teluk. Turki membiarkan wilayahnya menjadi lalu lintas pemberontak bersenjata yang merasa sedang ‘berjihad’ di Suriah. Turki juga berperan menyediakan tempat pelatihan jihadis-jihadis tersebut.

Pemerintah Suriah sendiri, menuding Turki sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami rakyat Suriah. Mr. Moallem, Delegasi Suriah pada Konferensi Jenewa tahun 2014 menyatakan;

Memang,  penderitaan dan kehancuran yang melanda Suriah,  sangat mungkin disebabkan oleh keputusan pemerintah Erdogan untuk mengundang dan menjamu para teroris kriminal sebelum mereka masuk ke Suriah. Jelas, mereka tidak menyadari fakta bahwa sihir pada akhirnya akan mengenai para penyihir, sekarang mereka  mulai merasakan efek dari  benih asam yang telah ditaburkan. Terorisme ini tidak mengenal agama, dan setia hanya kepada dirinya sendiri. Pemerintah Erdogan telah ceroboh, mengubah Turki yang sebelumnya tidak memiliki masalah dengan kebijakan negara tetangganya (a zero problems with its neighbours policy), menjadi negara yang tidak memiliki empati atas kebijakan luar negeri dan tidak memiliki upaya diplomasi (zero foreign policy and international diplomacy altogether). Sayangnya perubahan itu dilakukan tanpa adanya strategi yang mumpuni.

 

Namun demikian, mereka melanjutkan  menapaki jalan palsu yang mengerikan sebagaimana mimpi Sayyid Qutb dan Mohammad Abdel Wahab. Mereka mendatangkan malapetaka di Tunisia, Libya, Mesir dan kemudian ke Suriah, bertekad untuk mencapai ilusi yang ada di dalam pikiran tidak waras mereka. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka telah terbukti gagal, mereka tetap masih bertekad untuk mengejarnya.  Secara logika, hal ini hanya cocok jika dikatakan  sebagai kebodohan, karena jika Anda tidak belajar dari sejarah, Anda akan melupakan masa kini dan sejarah telah memberitahu kita: jika rumah tetangga Anda terbakar, tidak mungkin bagi Anda tetap merasa aman. [1]

Benar, awalnya antara Turki dan Suriah tidak memiliki sengketa dan bahkan dalam beberapa kali pertemuan, Presiden Bashar Al Assad dan Presiden Erdogan menunjukkan kedekatan. Namun Turki memiliki ambisi dan kepentingan atas Suriah, yang mengalahkan nilai-nilai luhur, ikatan budaya dan persahabatan yang selama ini terjalin. Singkatnya, Turki gelap mata.

Mengapa? Karena peran strategis Turki, akan menemukan pesaing baru ketika Iran, Irak dan Suriah menyepakati pembangunan Pipa Islam. Iran memiliki ladang minyak dan gas yang melimpah, dan negara-negara Eropa merupakan pangsa pasar yang sangat potensial. Pipa Islam erawal dari Iran, lalu melewati Irak, lalu Suriah yang berbatasan dengan Laut Mediterania dan sangat mudah menuju daratan Eropa. Tidak perlu melewati Turki. Demirbas sangat percaya diri menyebut bahwa peran Turki sangat strategis dan tidak bisa digantikan, namun jika Pipa Islam tersebut mulai beroperasi, maka akan terjadi persaingan yang kompetitif dan sangat mungkin peran Turki akan tergantikan.

Analisis yang lebih tidak relevan lagi, ketika Demirbas menyebut bahwa Turki akan selalu berusaha menciptakan perdamaian abadi di kawasan. Sayang sekali, faktanya sangat pahit untuk diterima. Turki terbukti menjadi pendukung teroris transnasional ISIS, dengan bertransaksi membeli minyak ilegal yang dirampok dari tanah Irak dan Suriah yang berhasil mereka kontrol. Hasil penjualan minyak inilah yang menjadi salah satu sumber dana ISIS. [2]

Turki menembak jatuh pesawat tempur Su-24 Rusia yang tengah melakukan operasi penyerangan terhadap ISIS dengan tuduhan melanggar wilayah udara. Aksinya ini menimbulkan tensi ketegangan di kawasan semakin meninggi, apalagi setelah aksinya itu, Turki segera mengundang NATO.

Turki juga mendanai penduduk etnis Turkmen di perbatasan Suriah, untuk bertempur melawan pasukan pemerintah Suriah. Sesekali, Turki juga melepaskan tembakan dengan artileri berat yang menargetkan pemukiman penduduk di Suriah. [3] Tingkah laku negara penjaga perdamaian, bukanlah seperti yang ditunjukkan Turki.

Referensi:

[1] http://liputanislam.com/berita/al-moallem-di-jenewa-mari-bersatu-perangi-terorisme/
[2] http://liputanislam.com/berita/liku-liku-minyak-berawal-dari-isis-berakhir-di-israel/
[3] http://www.presstv.com/Detail/2016/02/01/448317/russia-turkey-video-syria-shelling/