Oleh: Omar Barghouti
Pada 19 Juli 2017, ketika tentara Israel dengan brutalnya merepresi aksi-aksi protes damai yang dilakukan oleh rakyat Palestina di daerah pendudukan Yerusalem Timur, kelompok musik asal Inggris, Radiohead, melanggar garis batas aksi boikot global dengan mengadakan pertunjukan di Tel Aviv. Yang terpenting, persis sebagaimana yang dikhawatirkan penduduk Palestina dan para pembela HAM internasional, Israel mengumandangkan lagu-lagu Radiohead, hingga ke not terakhir.
Dengan keras kepala, Radiohead mengabaikan suara permohonan dari rakyat Palestina agar kelompok musik itu tidak merendahkan hak-hak kami dan gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS- Boikot, Cabut dan Sanksi). Yang kami minta kepada Radiohead, setidaknya jangan melakukan kerusakan kalau tidak mampu membantu perjuangan kami dalam mencapai kemerdekaan, keadilan dan kesetaraan hak.
Puluhan seniman dan tokoh dunia yang memiliki prinsip moral tinggi, termasuk pemimpin anti apartheid Afrika Selatan, Uskup Agung Desmond Tutu, bintang teater, Eve Ensler dan Miriam Margoyles, pembuat film peraih penghargaan, Mike Leigh dan Ken Loach, dan musisi terkenal Roger Waters, Thurston Moore, dan Dave Randall, telah bergabung bersama kami untuk menyeru kepada Radiohead agar membatalkan show-nya di Israel. Begitu pula musisi-musisi Israel yang menentang penjajahan.
Pada konser-konser Radiohead di seluruh Eropa, para penggemar mereka telah mengibarkan bendera Palestina dan menyuarakan dengan lantang seruan kami agar siapapun tidak berbisnis dengan Israel, sampai rezim Zionis melaksanakan kewajibannya di bawah hukum internasional.
Namun Radiohead tetap mengadakan pertunjukan mereka di Tel Aviv, membiarkan Israel mempergunakan nama Radiohead untuk melakukan pembersihan budaya, atau menjadi topeng budaya bagi pengepungan Israel di Gaza. Bagi penindasan terhadap komunitas Palestina di Yerusalem, Negev, dan lembah Jordan. Bagi pembangunan pemukiman illegal yang berkelanjutan dan tembok-tembok di daerah terjajah Palestina dan Suriah.
Bagai menabur garam pada luka, Radiohead dengan gaya khas kolonial, mengaku tahu lebih banyak daripada kami, penduduk Palestina, bagimana seharusnya kami menahan tekanan penjajahan. Tak heran bila Radiohead menjadi kesayangan pemerintah Israel dan kelompok lobby mereka.
Puluhan tweet dari pemerintah resmi Israel, para duta besar dan kelompok lobby Israel mengelu-elukan keputusan Radiohead untuk mendobrak boikot kultural yang dilakukan oleh para pembela Palestina. Bagaimana pun juga, Israel memandang “budaya adalah alat hasbara (propaganda) yang paling utama,” seperti yang pernah diakui seorang pejabat tinggi Israel.
Radiohead juga dielu-elukan oleh cendekiawan konservatif Amerika, Glenn Beck, Fox News, dan pendiri Tea Party Patriots, kelompok ekstrim kanan. Gerombolan penggemar baru ini seharusnya diwaspadai oleh band yang dikenal beraliran politik progresif ini.
Dua hari setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika, wakil dari Radiohead Thom Yorke berkicau di Twitter, “Dalam beberapa hari ke depan, para komentator akan berupaya membuat kejadian ini [terpilihnya seorang Trump] sebagai hal yang normal.”
Namun kini Radiohead yang justru menormalisasi perlawanan terhadap gerakan BDS demi pemerintah Israel. Pimpinan media sayap kanan Israel bahkan menyebut perlawanan terbuka grup band tersebut terhadap BDS sebagai ‘hadiah terbesar yang diterima oleh hasbara Israel akhir-akhir ini’.
Sulit untuk dipahami apa yang mendorong grup band terkenal seperti Radiohead untuk menindas hak rakyat Palestina seperti ini, tapi warisan budaya boikot apartheid di Afrika Selatan bisa memberi gambaran. Pada tahun 1984, Enuga S Reddy, direktur Pusat PBB Melawan Apartheid (UN Centre Against Apartheid), berkata:
“Kami memiliki sejumlah orang yang tampil di Afrika Selatan karena ketidaktahuan tentang situasi, atau karena bujukan uang, atau karena ketidakpedulian atas rasisme. Orang-orang ini harus dibujuk agar berhenti menghibur rezim apartheid, agar berhenti menarik keuntungan dari uang kaum apartheid dan berhenti melayani tujuan propaganda rezim apartheid.”
Kabar baiknya, kampanye berbulan-bulan untuk meyakinkan Radiohead agar membatalkan pertunjukan di Tel Aviv telah membuat jutaan orang di seluruh dunia menyadari perjuangan rakyat Palestina, setelah sebelumnya mereka tidak terlalu memahami isu ini.
Bahkan sebelum kampanye itu, BDS telah mulai memiliki pengaruh yang jelas dalam budaya mainstream, termasuk di Amerika. Dari 26 calon peraih Oscar pada tahun 2016, misalnya, tidak ada yang melakukan lawatan ke Israel yang sepenuhnya dibayar oleh pemerintah Zionis, dan dari 11 pemain Liga Football Nasional Amerika, enam di antaranya menolak tawaran yang sama dari pemerintah Israel.
Beberapa hari yang lalu, mantan vokalis utama R.E.M Michael Stipe menyarankan ‘dialog’, bukan boikot, “Untuk mengakhiri penjajahan (Israel) and menuju solusi damai.”
Namun dialog yang sudah berlangsung selama puluhan tahun telah gagal membawa kami untuk meraih keadilan dan hak-hak asasi kami. Di lain pihak, dialog tersebut telah membawa keuntungan bagi tujuan Israel dengan memberinya kedok yang sempurna, seolah rezim Israel adalah rezim yang mau berdialog.
Agar sebuah dialog menjadi etis dan efektif, dialog tersebut haruslah mengakui bahwa setiap manusia memiliki hak yang setara di mata hukum internasional. Jika tidak, maka dialog tersebut akan menganakemaskan si penindas dan berpihak pada anggapan bahwa ‘hidup damai dalam penjajahan’ merupakan syarat utama untuk hidup bersama secara etis.
Upaya menyatukan dan dialog di Afrika Selatan hanya dilakukan pada akhir masa pemerintahan apartheid, bukan sebelumnya, karena Desmond Tutu tanpa kenal lelah terus berusaha.
Dalam salah satu lagu mereka, Radiohead mengatakan, “Beberapa hal membuatmu membayar lebih daripada yang kau sadari.” Namun, dengan bersikeras untuk memihak penjajah dan mengabaikan permohonan si terjajah, Radiohead menjadi bagian dari kamuflase Israel dan menghapus kualitas progresif mereka.
Meskipun demikian, selalu ada waktu untuk berbuat baik dan memilih sisi yang benar dalam sejarah.
*Omar Barghouti adalah pendiri gerakan Boikot, Cabut dan Sanksi (BDS) untuk hak asasi rakyat Palestina dan penerima Gandhi Peace Award tahun 2017.
Sumber artikel. Diterjemahkan oleh Ira F.