Catatan Panjang Permusuhan Arab Saudi Terhadap Iran

Prince-Salman_2251916kAda banyak sekali alasan yang melatar-belakangi permusuhan Arab Saudi terhadap Iran dalam beberapa periode. Dan belakangan, permusuhan ini semakin memuncak lantaran tragedi Mina. Alih-alih bersikap ksatria dengan mengakui adanya miss-management terkait pengelolaan haji yang telah menelan ribuan korban jiwa, Arab Saudi justru memilih untuk memusuhi Iran. Para pendukung Arab Saudi terus menerus mendeskreditkan Iran. Ibarat kata pepatah, buruk muka cermin dibelah.

Permusuhan antara Arab Saudi dan Iran memiliki sejarah yang panjang. Mendukung Saddam Hussein selama perang Iran-Irak, dan melakukan Kepentingan Iran di Irak, Suriah dan Lebanon, merupakan langkah yang ditempuh Arab Saudi untuk menjegal Iran. Arab Saudi mengkonsolidasikan pijakannya di kawasan, dengan cara mendekatkan pemerintah Irak dengan House of Saud, lalu Arab Saudi berusha memisahkan Suriah dengan Iran, hendak mengehntikan Hizbullah di Lebanon, dan juga memberikan dukungan kepada teroris transnasional Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)

Fararu.com, pada 10 November 2015 merilis laporan yang mengulas permusuhan yang ditunjukkan Arab Saudi memusuhi Iran, seperti:

1. Mengganti Nama Teluk Persia

Beberapa negara, termasuk Arab Saudi Arabia, menggunakan sebutan ‘Teluk Arab’. Tentunya, ini merupakan sebutan palsu, karena aslinya bernama Teluk Persia. Segala rekayasa dari negara-negara Arab ini, dengan tujuan konflik dalam jangka panjang berasal dari gagasan yang dirancang oleh Inggris. Untuk membuktikan bahwa tangan Inggris ikut bermain di sini, kami sampaikan bahwa dalam beberapa tahun ini kedutaan Inggris di negara-negara Arab turut memperuncing konflik , yang diprotes oleh Iran ataupun Iran-lovers dimana-mana.

2. Arab Saudi Berperan Memisahkan Bahrain dengan Iran

Bahrain merupakan wilayah Iran hingga tahun 1957, dan dengan campur tangan Inggris — Bahrain pun lepas. Sejarah menunjukkan bahwa pemerintah Iran tidak lagi berkuasa di Bahrain sejak di masa Qajar karena kehadiran kekuatan kolonial. Faktanya, Bahrain berada di bawah pengaruh Inggris saat pemerintah Iran berusaha mempertahankan kedaulatannya di wilayah pulau-pulau.

Setelah Iran mendeklarasikan Bahrain sebagai teritorial (provinsi ke-14) pada 1957, Arab Saudi mencoba untuk memisahkan Bahrain dari Iran dengan membentuk organisasi dengan para pendukung kemerdekaan Bahrain. Pada tahun 1968, Arab Saudi menyambut emir Bahrain sebagai kepala negara, padahal, pemerintahan Iran telah menegaskan kembali klaimnya terhadap Bahrain. Entah karena khawatir terhadap Amerika Serikat dan Inggris, atau karena hal lainnya, Bahrain terlepas dari Iran dengan referendum yang terdistorsi.

3. Tiga Pulau Teluk Persia

Sejak tahun 1992, Arab Saudi mengklaim dengan menggunakan Uni Emirat Arab terhadap 3 pulau Iran (di Teluk Persia), dan menuduh Iran mengambil-alih pulau tersebut pada tahun 1971 dari Inggris dengan maksud melakukan ekspansi. Klaim Uni Emirat Arab yang didukung oleh Arab Saudi selalu diulang-ulang tiap tahun.

4. Arab Saudi Memusuhi Bentuk Negara Iran (yang berlandaskan Islam)

Setelah revolusi, gagasan Iran tentang kepemimpinan Islam global, negasi terhadap dominasi, dan dukungan terhadap kaum tertindas, mendapat reaksi keras dari negara otoriter seperti Arab Saudi. Propaganda dilancarkan negara-negar Arab untuk menjegal Syiah dan Iran. Juga, dengan dengan berita-berita tentang adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia di Iran yang mempengaruhi opini publik di negara-negara Arab.

5. Menentang Revolusi Islam

Berkat minyak dan jamaah haji dari seluruh dunia, rezim Al-Saud mempromosikan Wahabisme, yang merupakan gambaran konservatif Islam. Ulama-ulama Arab Saudi, yang didukung oleh House of Saud dan Barat, mencoba untuk menyaingi Islam Muhammadi sebagaimana yang diimplementasikan di Republik Islam Iran.

Iran menghadapi saingan regional seperti Turki, Arab Saudi dan Mesir. Turki memimpin jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi, tetapi Arab Saudi adalah negara yang unik di Timur Tengah terkait dengan sosial-budaya. Berbagai suku dan sekte yang berbeda –mereka menciptakan budaya yang khusus.

6. Bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam Operasi Tabas Desert

Pemerintah Amerika Serikat (AS) berupaya untuk membebaskan orang-orang AS yang ditawan oleh mahasiswa dalam Revolusi Islam pada tahun 1979. Saat itu, Presiden Jimmy Carter memerintahkan untuk melakukan operasi pembebasan tawanan. Kemudian, Delta Force melakukan Operasi Eagle Claw (dan gagal) membebaskan sandera.

Lantas, Zbigniew Brzezinski (seorang ilmuwan politik AS) mengungkapkan kerjasama Mesir dan negara-negara lainnya (dalam operasi ini). Menurutnya, ada negara-negara yang bekerjasama dengan AS, ada juga membantu AS secara tidak langsung. Ia menolak menyebutkan negara-negara terkait, tetapi mahasiswa Iran mengatakan bahwa Arab Saudi, Turki, Oman, dan Pakistan berpartisipasi dalam operasi Eagle Claw, sebagaimana yang tercantum dalam beberapa dokumen yang berhasil diselamatkan saat AS melakukan pengebomanan.

7. Tindakan Tidak Manusiawi Arab Saudi Terhadap Peziarah Iran

Arab Saudi tidak menunjukkan respek terhadap peziarah Iran. Pada tahun 1943, diplomasi Iran dan Arab Saudi terputus karena pasukan Arab Saudi membunuhi peziarah Iran.

Pembantaian terhadap jamaah haji Iran terjadi pada tahun 1987. Pasukan keamanan Arab Saudi membunuh sekitar 400 jamaah haji Iran dan non-Iran. Tragedi ini meningkatkan tensi permusuhan Arab Saudi dan Iran. Akhirnya, Imam Khomeini menyebut Arab Saudi sebagai simbol ‘US-style’ dan ‘Royal Islam’. Imam Khomeini juga menyatakan bahwa tindakan kriminal ini tidak bisa dimaafkan.

—-
Artikel ini diterjemahkan dari http://iranfrontpage.com/news/world/middle-east/2015/11/what-are-the-reasons-behind-saudi-arabias-hostility-to-iran-part-one/ oleh Putu Heri.