Bagaimana Media Membuat Warga AS Tidak Mengetahui Pembantaian di Yaman

Foto dan peti jenazah salah satu anak Yaman yang dibom Saudi dengan bom buatan AS.

Foto dan peti jenazah salah satu anak Yaman yang dibom Saudi dengan bom buatan AS.

Oleh: CJ Werleman

Sebuah video yang bergambar kasar, kemungkinan diambil dari sebuah ponsel keluaran satu dekade silam, memperlihatkan lebih dari dua lusin anak Yaman, berusia 6 hingga 15 tahun, bermain, tertawa dan bersemangat di sekitar bus sekolah. Mengingatkan kita pada kenangan masa kecil yang hangat, saat akan pergi atau pulang piknik dengan menggunakan bis.

Tak lama kemudian, semua anak-anak itu tewas, menguap oleh satu tembakan rudal Saudi.

Kekejaman ini terjadi pada 9 Agustus, menyebabkan korban 51 tewas, 40 di antaranya anak-anak, yang sebagian besar berusia dibawah 10 tahun. Sementara itu, 77 korban lain mengalami luka parah, Palang Merah Internasional.

Departemen Pertahanan AS mencoba untuk mengecilkan peran Amerika Serikat dalam kejadian yang dapat dipastikan sebagai kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan ini, dengan berargumen ‘kasus ini masih dalam penyelidikan’ atau secara tidak jujur mengurangi keterlibatannya.

“Kita mungkin tidak tahu bila mesiu [yang digunakan] adalah salah satu yang AS jual untuk mereka [Saudi],” Mayor Jendral Josh Jacques, juru bicara Komando Pusat AS, mengatakan kepada Vox. “Kami tidak memiliki banyak orang di lapangan.”

Baik, kami tahu siapa yang telah menjual rudal kepada Saudi Arabia. Ada banyak jurnalis Yaman dan lembaga bantuan internasional “di lapangan”.

Sisa misil, seperti yang diunggah di Twitter oleh Hussein Albikaiti, jurnalis  yang berada di Sana’a, menunjukkan kode CAGE, nomor seri dan tulisan “FIN GUIDED BOMB.”

Pencarian dari kode CAGE menunjukkan rudal tersebut dikeluarkan oleh kontraktor Departemen Pertahanan AS Lockheed Martin, dan nomor serinya menunjukkan rudal MK-82 diproduksi oleh General Dynamic di Fort Worth, Texas.

“Sebuah bom dikendalikan laser melakukan ini pada sebuah bus penuh anak sekolah,” ujar Albikaiti. “Bus tersebut menjadi sasaran langsung Jet Saudi-UAE, berbahan bakar pesawat AS, dikoordinasi oleh satelit Amerika dan Inggris. Sebuah bom mengantarkan anak-anak ceria ini ke kubur mereka setelah dibakar hidup-hidup dan dihancurkan berkeping-keping.”

Lebih buruk, media utama Inggris dan Amerika bersekongkol menutupi kekejaman lain di Yaman, seperti biasa!

Mungkin kenyataan paling berbahaya dari kepresidenan Trump adalah obsesi media yang ingin menganalisa secara berlebihan semua ujaran (tweet), keterangan yang sembarang, serta kebohongan yang diciptakan oleh penguasa Gedung Putih saat ini. Hingga akhirnya, jaringan televisi berita selama lebih dari 3 tahun menjadi sebagai pusat sandiwara psikologis (psychodrama), terhitung sejak kampanye pemilihan tahun 2016.

Obsesi media yang jelas tak berimbang dan ‘kegilaan’ Presiden AS berdampak pada informasi disampaikan kepada warga Amerika menimbulkan perasaan takut pada apa yang akan terjadi atas nama mereka dan pada uang pajak mereka di negara-negara dimana banyak warga AS bahkan tak dapat menemukannya dalam peta.

CNN dan sebagian kecil jaringan televisi utama memang sempat menyiarkan berita mengenai serangan rudal Saudi terhadap bus sekolah itu, tapi setelah itu hampir tidak ada kelanjutannya. Akibatnya, publik benar-benar tidak tahu tentang peran AS dalam kejahatan perang ini dan tidak memahami adanya krisis kemanusian terburuk di dunia yang tengah terjadi di Yaman.

Menurut FAIR, sebuah layanan analisis media, jaringan televisi kabel berhaluan kiri, MSNBC, sudah tidak menayangkan satu segmen pun yang berhubungan dengan konflik Yaman sejak 2017, namun menayangkan lebih dari 1300 siaran yang membahas kemungkinan Trump berkoalisi dengan Rusia semasa pemilihan 2016.

Media AS menunjukkan kecenderungan melaporkan tentang Yaman hanya di saat seorang prajurit AS terbunuh. Menurut FAIR, jaringan media mencurahkan perhatian peliputan utamanya  pada serangan yang gagal tanggal 29 Januari, ketika seorang prajurit tewas di antara lusinan korban tewas lainnya.

Pada serangan terhadap bus sekolah tanggal 9 Agustus, media Inggris tidak bertindak lebih baik. The Guardian, misalnya, yang secara luas dikenal sebagai “kubu nilai-nilai liberal dan perduli pada kemanusiaan”,  gagal untuk menampilkan pembantaian 40 anak Yaman, di antara 13 berita utamanya. The Independent juga tidak menampilkan kejadian itu di antara 8 berita utamanya, menurut Middle East Eye.

Seiring dengan sepinya pemberitaan media, Parlemen AS dan Departemen Pertahanan juga menampilkan kebisuan total. Sejak konflik bermula 3 tahun lalu, Parlemen hanya sedikit melakukan dengar pendapat publik padahal lebih dari 23 juta warga Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan segera.

Tindakan amoral dan anti demokrasi ini membuat AS leluasa menyediakan intelijen, sistem pengarahan, pesawat tempur, bom, dan rudal kepada Koalisi Saudi.

Selain itu, di beberapa kesempatan, media AS memberitakan konflik Yaman dan dampak malapetakanya  dengan mengurangi angka korban. Misalnya saja, sebagain besar media melaporkan bahwa total korban tewas berjumlah paling banyak 10.000 warga, padahal lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan memperkirakan lebih dari 150.000 korban tewas akibat penyakit dan kelaparan di tahun 2017 saja, dengan jumlah mencapai 130 anak setiap harinya.

Menurut Palang Merah Internasional, 70% dari populasi membutuhkan pertolongan untuk bertahan hidup; 2,5 juta warga tak memiliki akses pada air bersih; 1 dari 12 orang kekurangan gizi parah; 940.000 diperkirakan terjangkit kolera; saat yang sama tak ada pasokan obat yang masuk ke dalam negeri karena Saudi memblokade pelabuhan Yaman, dan terjadi kerusakan parah infrastruktur di seluruh penjuru negeri.

Ini adalah perang yang dilakukan sengaja oleh Saudi, yang direncanakan dan didukung oleh pemerintah Amerika Serikat, bertindak atas nama pembayar pajak Amerika. Kini saatnya media melaporkan peran AS dalam memperpanjang penderitaan negara termiskin di Timur Tengah ini secara utuh, sehingga para pemilih dapat menekan anggota parlemen yang mereka pilih untuk mengakhiri kebiadaban yang tak berperasaan ini.

Nyawa anak-anak sekolah di bus-bus lain di Yaman bergantung pada kemauan media untuk secara terbuka memberitakan kejahatan kemanusiaan ini.[]

Diterjemahkan oleh Nita Haryanti. Sumber.