AS, ISIS dan Genosida di Yaman (1)

yaman

Kondisi Yaman yang hancur. (Foto: Dw.com)

Oleh: William Boardman

Ternyata Amerika Serikat dan kelompok ekstremis Islamic State of Iraq and Syria (ISIS/ISIL/IS) adalah sekutu de facto dari rezim diktator Arab Saudi dan aliansinya. Mereka bertekad membasmi kelompok revolusioner Ansarullah dan penduduk di kawasan tersebut, dan genosida terhadap penduduk Yaman bermula pada tahun 2015.

Setelah bertahun-tahun serangan pesawat tak berawak AS terbukti lambat dan tidak efektif untuk memusnahkan penduduk di negara termiskin di tanah Arab itu, maka mereka merasa, sudah saatnya untuk melakukan kejahatan perang yang lebih besar. Ketika ada diskusi terkait dengan Yaman, jarang sekali kita mendengar adanya pembahasan bahwa banyak terjadi pelanggaran hukum internasional yang menyebabkan negara tersebut hancur seperti sekarang.

Tanpa mengakui kegagalan kebijakan luar negerinya di Yaman, pemerintahan Obama lebih memilih mengabaikan hukum internasional dan mendukung tindakan kriminal Arab Saudi dan sekutunya dengan menggempur Yaman pada tanggal 26 Maret 2015. Dan walau Arab Saudi telah menyerang Yaman dengan bom selama tiga bulan, namun Ansarullah tetap mengendalikan wilayah laut, suku-suku lokal dan wilayah di bagian tenggara Yaman. Ansarullah juga berhasil menggulingkan pemimpin ‘boneka’ Abd Rhabbuh Mansur Hadi.

Presiden Obama memuji Hadi sebagai mitra yang ‘sukses’ dalam memerangi teroris. Artinya, Obama berterimakasih kepada Hadi karena ia tidak keberatan dengan serangan tak berawak yang dilakukan AS kepada penduduk Yaman. Legitimasi Hadi selalu tergantung pada sang dalang – yaitu pihak asing — dan hal ini masih terus berlanjut. Setelah mengundurkan diri dari kursi kepresidenannya, ia melarikan diri dari ibukota. Tak lama berselang, Hadi mencabut pengunduran dirinya, lalu melarikan diri ke Arab Saudi, sehari sebelum serangan Arab Saudi dilancarkan. Kisah resminya, Hadi meminta Arab Saudi menyerang Yaman. Ia tetap berada di ibukota Arab Saudi, Riyadh, bebas bepergian kemana-mana namun ia berpura-pura tetap memimpin negara dari tempat pengasingan – dan hal ini adalah skenario yang dikehendaki oleh pelindungnya.

Pada tanggal 8 Juli 2015, dari Riyadh, Hadi dilaporkan telah mengusulkan gencatan senjata di Yaman sebelum akhir bulan Ramadhan pada tanggal 17 Juli. Sebelumnya, pada tanggal 1 Juli, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah menyerukan ‘humanitarian halt’ dalam pertempuran sampai akhir bulan suci Ramadhan. Sejauh ini, Arab Saudi telah meningkatkan teror terhadap rakyat Yaman di sepanjang bulan suci ummat Islam. Ratusan warga sipil dan pejuang Ansarullah tewas. Selama digempur Arab Saudi, jumlah korban tewas tertinggi terjadi pada tanggal 7 Juli 2015. Namun Reuters mengabarkan peristiwa ini dengan tipuan dan proganda, sebagai berikut:

PBB telah mendorong untuk menghentikan serangan udara yang dimulai secara intensif sejak tanggal 26 Maret. Lebih dari 3.000 penduduk telah tewas dan hal itu merupakan usaha Arab Saudi dan koalisinya untuk mengentikan kelompok Houthi (Ansarullah) menyebar ke seluruh negeri dari utara.

Syiah Houthi yang merupakan aliansi dari Iran ini menyatakan bahwa mereka memberontak kepada pemerintah yang korup. Sementara pejuang setempat mengatakan bahwa mereka membela keluarganya dari serangan Houthi. Arab Saudi yang beraliran Sunni mengatakan bahwa mereka mengebom Houthi demi melindungi Yaman.

Perspektif kasus yang disampaikan Reuters merupakan konsensus utama, yang biasanya mencakup beberapa tipu-tipu seperti ini:

PBB telah mendorong untuk menghentikan serangan udara…

Padahal sesungguhnya, PBB tidak melakukan melakukan hal itu. Memang, ada badan PBB yang telah melakukan sesuatu, walau tidak banyak, untuk melindungi rakyat Yaman. Namun Dewan Keamanan PBB tidak melakukan apa-apa untuk sebuah negara yang tengah berperang selama beberapa generasi.

Resolusi Dewan Keamanan PBB memberikan perlakuan yang sama bagi para agresor dan korban. Pada bulan Juni 2015, Dewan Keamanan PBB menyatakan dukungan penuh untuk ‘proses transisi politik yang damai, inklusif, tertib, sehingga Yaman dipimpin oleh sosok yang mendapatkan mandat sah dari rakyat’. Sayangnya, hal ini adalah sesuatu yang sangat mustahil.

Apakah PBB mendorong dihentikannya serangan udara? Tidak. Serangan ini dilakukan oleh sembilan negara anggota PBB yang bersekutu dengan Arab Saudi, termasuk Yordania, yang merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB. Sedangkan AS, yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah mendukung penyerangan ke Yaman, mendukung Arab Saudi dan sekutunya melakukan kejahatan perang dengan menyuplai logistik, mengisi bahan bakar untuk pesawat tempur, menyediakan informasi intelejen, tim penyelamat di laut dan udara, juga dukungan angkatan laut untuk melakukan blokade.

Serangan udara yang dimulai secara intensif sejak tanggal 26 Maret…

Benarkah demikian? Serangan yang dilakukan pada 26 Maret adalah kejahatan perang dengan menargetkan penduduk sipil yang dilakukan oleh sembilan negara yaitu Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, UEA, Kuwait, Bahrain, dan Qatar.

Sedangkan perlawanan yang dilakukan oleh Ansarullah terhadap pemerintahan yang korup dan sewenang-wenang telah berlangsung lebih dari satu dekade dan berhasil menumbangkan pemimpin Yaman pada musim gugur 2014. Mereka berpengaruh di wilayah Yaman bagian barat, yang dihuni mayoritas penduduk dan disinilah pengeboman itu berlangsung.

Arab Saudi dan koalisinya mencoba untuk menghentikan kelompok Houthi menyebar di seluruh negeri dari utara …

Reuters salah dalam hal ini. Penyebaran Houthi adalah fakta, namun Koalisi Arab telah gagal dalam memahami operasi militer. Padahal Koalisi Arab berhadapan dengan pasukan yang berada di darat, tetapi mereka tidak mengerahkan tentaranya di jalur darat. Tanpa adanya penentangan yang serius dari masyarakat internasional, Koalisi Arab itu sebenarnya tidak sedang berperang, melainkan menghujani warga sipil dengan bom curah buatan AS.

Lalu, kalimat ‘menyebar dari utara’ juga merupakan sebuah kekeliruan. Arab Saudi telah menyatakan bahwa provinsi paling utara Yaman adalah Saada, sebuah zona militer yang setiap penduduk sipilnya dicurigai sebagai kombatan.Hal ini merupakan kebijakan haus darah yang mirip dengan gaya AS, yang menyatakan setiap korban yang tewas oleh pesawat tanpa awak mereka sebagai kombatan sampai terbukti bahwa klaim itu tidak benar.

Kebijakan ini merupakan bentuk matinya moral, sebagaimana yang pernah dilakukan AS di Vietnam dengan membangun zona garis api. Setiap penduduk di zona itu dianggap musuh. Ini adalah perang total yang dilancarkan dengan kekuatan dahsyat dari kejauhan terhadap pihak yang lemah dan tak berdaya. Ini sama buruknya dengan gaya perang yang dilakukan NAZI pada Perang Dunia II. (Bersambung ke bagian 2)