Rangkuman Berita Utama Timteng, Senin 3 Juli 2017

Menlu Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim al-ThaniJakarta, ICMES: Pemerintah Qatar telah menyampaikan penolakannya terhadap ultimatum blok Saudi beberapa jam menjelang berakhirnya tenggat waktu 10 hari yang mereka tetapkan untuk Qatar.

Telah beredar keterangan baru mengenai rencana serangan militer Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) terhadap Qatar, setelah sebelumnya telah diungkap oleh aktivis medsos Saudi pemilik akun Twitter “@mujtahidd”.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman membuat pernyataan bernada peringatan bagi Hizbullah dengan mengatakan bahwa Israel mengerti apa yang perlu dilakukan terkait dengan kelompok pejuang Muslim Lebanon yang didukung Iran ini.

Berita selengkapnya;

Ultimatum Berakhir, Qatar Menolak Desakan Kubu Arab Saudi

Pemerintah Qatar telah menyampaikan penolakannya terhadap ultimatum blok Saudi beberapa jam menjelang berakhirnya tenggat waktu 10 hari yang mereka tetapkan untuk Qatar, Minggu (2/7/2017).

Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir menuding Qatar mendukung teroris dan mendekati Iran. Mereka lantas memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar sebelum kemudian memblokade Qatar. Ultimatum yang berakhir Minggu malam itu diajukan oleh kepada Qatar pada 22 Juni lalu dan berisikan tuntutan antara lain penutupan stasiun TV Al-Jazeera, penurunan taraf hubungan dengan Iran, dan penutupan pangkalan militer Turki di Qatar.

Menlu Qatar Mohammad Bin Abdulrahman al-Thani dalam jumpa pers usai pertemuan dengan Menlu Italia, Angelino Alfano, di Roma Sabtu (1/7/2017), mengatakan, “Negara-negara pemblokade telah menyusun daftar permintaan untuk ditolak.”

Media di negara-negara Teluk, Minggu, menyebut pernyataan Menlu Qatar ini sebagai sikap resmi pemerintah Qatar sehingga tekanan terhadap negara kecil namun kaya gas alam ini meningkat. Koran al-Bayan terbitan UEA menyebut para pejabat Doha sedang menggiring Qatar kepada masa depan yang tak jelas dan akan mendapat “sanksi telak” atas penolakannya.

Koran al-Riyadh terbitan Saudi di halaman pertamanya menyebut  Qatar takabur dan sengaja membangkitkan eskalasi.

Menlu Qatar menambahkan, “Permintaan itu menyalahi undang-undang internasional dan ditujukan bukan untuk menumpas terorisme, melainkan berkaitan dengan kedaulatan kami, melanggar kedaulatan pemerintah Qatar, menerjang kebebasan pers, dan menerapkan keadaan anti pemerintah Qatar.”

Dia juga mengatakan, “Sekarang kami melihat di channel-channel negara-negara pemblokade terdapat agitasi untuk kekerasan dan penerapan aksi teror pada pemerintah Qatar. Ini menunjukkan standar ganda yang diikuti oleh negara-negara ini serta kelemahannya dalam bersaing dengan channel Al-Jazeera. Pemerintah Qatar ingin melakukan dialog, tapi harus sesuai dengan prinsip dan persyaratan yang tepat.” (rayalyoum)

Begini Cara Turki Gagalkan Rencana Serbuan Saudi Dan UEA Ke Qatar

Telah beredar keterangan baru mengenai rencana serangan militer Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) terhadap Qatar, setelah sebelumnya telah diungkap oleh aktivis medsos Saudi pemilik akun Twitter “@mujtahidd”.

Seorang narasumber terpercaya menyebutkan bahwa pernyataan Turki mengenai penyebaran pasukannya di Doha telah mengacaukan perimbangan dan membuat rencana Saudi dan UEA menjadi terbengkalai sehingga keduanya murka terhadap Turki.

Narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan itu mengatakan bahwa tentara Qatar yang terlibat dalam aliansi Arab belum dapat pulang sebelum diakhirinya partisipasi Qatar dalam misi aliansi pimpinan Saudi ini. Saudi dan UEA lantas berusaha memanfaatkan pasukan Qatar ini untuk menjalankan rencana kudeta militer terhadap Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani.

Kepada surat kabar al-Khalej al-Jadid, narasumber itu menjelaskan bahwa Angkatan Laut dan pasukan katak UEA telah berkonsentrasi di Bahrain sebagai persiapan untuk menyerbu dan menguasai pelabuhan-pelabuhan laut dan Bandara Internasional Hamad, sementara misi serangan darat dan penguasaan terhadap Qatar dipasrahkan kepada Saudi.

Menurut sumber ini, dalam rencana itu Saudi dan UEA berusaha merahasiakan serangannya dengan cara menebar opini bahwa serangan itu dilakukan bukan oleh keduanya, melainkan oleh pasukan Qatar sendiri yang memandang kebijakan Tamim berbahaya bagi Qatar. Saudi dan UEA kemudian akan mengadakan kesefahaman dengan salah seorang tokoh klan al-Thani untuk penobatannya sebagai emir Qatar menggantikan Tamim.

Namun, lanjut sumber itu, keputusan parlemen Turki pada 7 Juni lalu untuk mengerahkan pasukan negara ini ke Qatar tak pelak menjungkir balikkan perimbangan, apalagi setelah Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan segera mengonfirmasi keputusan ini.

Pendirian Turki ini mengacaukan pertimbangan Saudi dan UEA sehingga memicu kemarahan keduanya terhadap Turki, dan kemarahan ini kemungkinan akan dinyatakan dalam waktu dekat ini.

Sebelumnya, pengguna akun Twitter kondang “@mujtahidd” yang diduga sebagai aktivis medsos Saudi dari kalangan pangeran oposan Saudi telah mengungkap beberapa hal krusial mengenai rencana Pangeran Abu Dhabi Mohammed Bin Zayed dan Pangeran Saudi Mohammed Bin Salman.

Dia menyebutkan bahwa keduanya akan menggalang upaya kudeta di Qatar dengan cara menggunakan pasukan Black Water dan tentara UEA untuk kemudian diangkat salah seorang tokoh klan al-Thani sebagai pemangku kebijakan Saudi dan UEA di Qatar, tapi rencana ini belakangan dibatalkan.

Mengutip keterangan sumber-sumber intelijen, mujtahidd menjelaskan, “Saudara-saudara kami di bagian intelijen telah memperoleh rincian upaya kudeta di Qatar yang diatur oleh Bin Salman dan Bin Zayed, tapi keduanya kemudian membatalkan upaya ini setelah terjadi intervensi militer Turki secara tidak langsung.”

Dia juga menyebutkan bahwa Bin Salman dan Bin Zayed “yang memang congkak” mengira rencana itu sudah matang dan akan efektif, padahal “banyak celahnya, pasti gagal, dan tidak akan dilakukan kecuali oleh orang yang terpaksa.”

“Konspirasi ini semula akan diterapkan segera setelah penghentian tugas pasukan Qatar di perbatasan selatan, dan konspirasi akan dilakukan dengan cara menggunakan ide pemulangan pasukan ini ke Qatar sebagai anasir yang mengejutkan,” imbuh Mujtahidd.

Disebutkan bahwa Saudi dan UEA telah menghentikan partisipasi pasukan Qatar dalam operasi militer aliansi Arab bersandi “Badai Mematikan” ketika keduanya memutuskan hubungan dengan Qatar.

“Rencana yang gagal diterapkan itu mencanangkan penahanan pasukan Qatar di Najran selama beberapa hari dan komunikasi dengan mereka diputuskan dengan berbagai alasan disertai ungkapan secara berlebihan bahwa pasukan ini dihormati dan diberi perhatian. Dalam kurun waktu inilah pasukan khusus Saudi dan UEA akan dikirim ke Qatar dengan seragam yang sama dengan tentara Qatar agar mereka diduga sebagai tentara Qatar yang pulang, cara yang mirip dengan kisah Kuda Troya,” tulis Mujtahidd. (watan)

Merasa Terancam Bahaya, Israel Beri Peringatan Keras Terhadap Hizbullah

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman, Minggu (2/7/2017), membuat pernyataan bernada peringatan bagi Hizbullah dengan mengatakan bahwa Israel mengerti apa yang perlu dilakukan terkait dengan kelompok pejuang Muslim Lebanon yang didukung Iran ini.

Seperti dilansir Yedioth Ahronoth,  menyinggung daftar kekuatiran dalam dan luar negeri yang dirasakan Israel, Lieberman kepada wartawan di pangkalan militer Kiriya memastikan kekuatan militer Israel jauh di atas kekuatan militer Hizbullah, dan Israel  tidak memikirkan rencana eskalasi di utara maupun selatan.

Dia kemudian menuding iran berusaha membangun pabrik rudal di Lebanon untuk mempersenjatai Hizbullah yang disebutnya gerombolan teroris.

“Kami mengetahui hal itu dan mengerti apa yang harus kami lakukan terhadapnya. Ini merupakan fenomena besar dan kami tidak dapat mengabaikannya, tapi sejak tahun 2006 kami unggul besar (dalam perang) melawan Hizbullah, dan dengan cara ini kami tidak boleh berada dalam kondisi histeria atau ekstase,” katanya.

Beberapa waktu lalu, Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel Mayjen Herzi Halevi dalam pidatonya di Konferensi Herzliya mengatakan, “Sejak tahun lalu Iran bekerja membangun infrastruktur di Lebanon dan Yaman yang dapat membuat senjata akurat, dan kita tidak dapat dan tidak akan mengabaikan hal ini.”

Lieberman kemudian menyinggung insiden jatuhnya peluru mortir ke jalur yang dikuasai Israel di Dataran Tinggi Golan dan mengatakan, “Kami tidak melihat di sana ada kesiapan untuk menggunakan senjata kimia terhadap kami.”

Menurutnya, reaksi Israel telah dipelajari dengan matang dan bertujuan mencegah eskalasi yang dapat mengobarkan perang.

“Kami tidak berpartisipasi dalam pengaturan internasional selama Iran masih menjadi bagian darinya, dan kami akan menentang setiap kesepakatan yang membiarkan (Presiden Suriah) Assad, yang telah membunuh 600.000 orangnya sendiri dengan menggunakan senjata kimia, dalam kekuasaan,” katanya.

Dia menambahkan, “Kami akan terus bertindak untuk membantu Suriah dekat perbatasan dengan penyediaan barang dasar dan perawatan medis, seperti yang telah kita diberikan kepada 3.000 warga Suriah sejauh ini.”

Dilaporkan bahwa Israel telah membalas jatuhnya peluru mortir tersebut dan menyatakan Damaskus bertanggungjawab atas peristiwa ini. (rayalyoum)