Rangkuman Berita Timteng Rabu 29 November 2017

palestina khalid al-jayousi

Jurnalis Palestina Khalid Al-Jayousi

Jakarta, ICMES: Jurnalis Palestina Khalid Al-Jayousi menyesalkan penayangan video para pejuang Palestina dalam pencontohan kelompok teroris pembukaan sidang para menhan Koalisi Militer Islam Kontra –Terorisme (IMCTC) di Riyadh, ibu kota Saudi.aMantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh meminta Iran bersekutu dengannya, dan menyerukan kepada negara-negara Arab anggota koalisi pimpinan Arab Saudi agar segera keluar dari koalisi militer yang menyerang Yaman ini.

Perdana Menteri Irak Haeder Abadi menyatakan bahwa dalam satu abad terakhir baru sekarang pasukan negara ini dapat menjangkau secara penuh wilayah perbatasan Negeri 1001 Malam ini dengan Suriah.

Otoritas Turki menyatakan negara ini berniat memperluas zona misi pengawasannyanya di Suriah utara hingga ke kota Afrin yang dikuasai oleh milisi Kurdi yang dipandang Turki sebagai kelompok teroris.

Berita selengkapnya;

Bagaimana Palestina Sebenarnya Di Mata Saudi?

Jurnalis Palestina Khalid Al-Jayausi menyoal bagaimana sebenarnya Palestina di mata Arab Saudi. Mula-mula dia mengutip pendapat seorang kawannya yang berwarga negara Saudi bahwa sentimen yang menyudutkan bangsa Palestina mengemuka di medsos Saudi tak lain adalah “pendapat pribadi seorang pemuda glamour” (Putera Mahkota Saudi Mohammad bin Salman) yang tidak mengetahui sejarah Palestina kecuali yang sudah “terdistorsi”, sedangkan orang Saudi lainnya, baik formal maupun masyarakat, masih tetap sehati dengan saudara “tercinta” Palestina.

Menurut  Al-Jayousi, ungkapan simpati demikian sudah sepatutnya menjadi pelipur lara hatinya, terlebih karena orang Palestina di Negeri Haramain Saudi menjadi sasaran kebencian sehingga kearaban dan keislaman bangsa Palestina seolah sudah tak berguna lagi untuk kelestarian solidaritas antara Palestina dan Saudi, dan seakan bangsa Israel telah menggeser kedudukan orang Palestina di mata orang Saudi.

Al-Jayousi di laman berita Ray Al-Youm, Selasa (28/11/2017), mengaku tak dapat memastikan bagaimana sesungguhnya Palestina di mata publik Saudi, meskipun kepedulian khalayak Negeri Haramain ini kepada kampanye anti-normalisasi hubungan Saudi dengan Israel terhitung minim.

Dalam ketidak pastian ini, Al-Jayousi menyoal dan menyesalkan apa yang terlihat dalam video propaganda yang ditayangkan dalam pembukaan sidang para menhan Koalisi Militer Islam Kontra –Terorisme (IMCTC) di Riyadh, ibu kota Saudi, belum lama ini. Sebab, video yang diputar dihadapan hadirin, termasuk Mohammad bin Salman dan para petinggi Saudi lainnya ini, menampilkan gambar intifada bangsa Palestina tahun 2001 sebagai contoh terorisme.

Al-Jayousi mengaku tidak yakin hal itu terjadi karena faktor lupa, sebab dalam beberapa hari ini memang terjadi propaganda masif anti poros muqawamah,  yaitu kubu resistensi anti-Israel yang melibatkan berbagai bangsa dan bukan hanya orang-orang Palestina.

Al-Jayousi berkesimpulan bahwa tujuan penayangan penggalan video Palestina sebagai contoh terorisme itu telah mencapai klimaknya sehingga jubir resmi Israel melalui akun Twitternya segera menyoraki kejadian ini dengan berkomentar menirukan kalimat dalam kitab suci Al-Quran Surat Yusuf [12] ayat 26 : “Dan seorang saksi dari keluarganya memberikan kesaksiannya.”

Terakhir Al-Jayousi mengungkapkan keprihatinanya yang sangat mendalam dengan menyatakan, “Sekarang kami tak dapat lagi membedakan hakikat antara pihak keluarga dan pihak musuh.” (rayalyoum)

Kubu Saleh Di Yaman Minta Iran Bersekutu Dengannya

Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh meminta Iran bersekutu dengannya, dan sembari mengingatkan terjadinya perubahan perimbangan kekuatan di Timteng dia juga menyerukan kepada negara-negara Arab anggota koalisi pimpinan Arab Saudi agar segera keluar dari koalisi militer yang menyerang Yaman ini.

Hal ini dinyatakan Saleh dalam simposium kebudayaan yang diselenggarakan di Sanaa, ibu kota Yaman, Selasa (28/11/2017) dalam rangka memperingati keluarnya seluruh pasukan Inggris dari Yaman di era kolonialisme.

Dia menambahkan bahwa apa yang terjadi di Saudi dan blokade terhadap Qatar telah memenuhi harapannya akan terjadinya “perubahan peta dan keseimbangan di kawasan  akibat agresi terhadap Yaman.”

Kepada negara-negara Arab itu dia mengingatkan, “Tidaklah terhormat bagi kalian memandang anak-anak kecil dan kaum wanita kami terbantai oleh rudal-rudal kalian di depan segenggam uang dolar dan pembelian perasaan untuk penghancuran bangsa Yaman.”

Dia mengimbau Mesir keluar dari koalisi ini dengan menegaskan, “Saya mengajak Mesir sebagai saudara agar menarik diri dari koalisi ini, dan hari ini atau besok, insya Allah, saya akan memublikasi untuk mereka dokumen penting dari Raja Faisal kepada Presiden Amerika Johnson (1963 – 1969) mengenai Perang 1967. Di situ dia mengatakan, ‘Jangan sekali-kali kamu menarik pasukan Mesir dari Yaman kecuali jika Israel bergerak untuk menduduki Gaza, Sinai, dan Tepi Barat. ‘ Ini adalah suatu pernyataan jelas yang kemudian memaksa Abdul Nasser menarik pasukan dari Yaman, dan penjajahan ini bertahan pada tahun 1966. Keluarlah, wahai Mesir Negeri Kan’an, (dari koalisi pimpinan Saudi). Tidaklah membuatkan kalian mulia menyaksikan anak-anak kecil kami terbantai dan kaum perempuan kami menjadi janda di tangan rezim Saudi. Keluarlah kalian dari koalisi mencurigakan ini.”

Saleh kemudian mengimbau Iran masuk bersama Yaman dalam sebuah aliansi strategis anti agresi. Dengan imbauan ini dia sekaligus membantah bahwa sejauh ini sudah ada bantuan dari Iran untuk Yaman dalam melawan Saudi.

Seperti diketahui, Saudi berulangkali menuding Iran telah membantu kelompok Ansrullah (Houthi) yang bersekutu dengan loyalis Saleh dengan senjata, termasuk rudal balistik yang dilesatkan Ansarullah ke bandara di Riyadh, namun Iran tegas membantah tuduhan ini.  (yementoday)

PM Irak: Baru Sekarang Pasukan Irak Menjangkau Secara Total Perbatasan Dengan Suriah

Perdana Menteri Irak Haeder Abadi menyatakan bahwa dalam satu abad terakhir baru sekarang pasukan negara ini dapat menjangkau secara penuh wilayah perbatasan Negeri 1001 Malam ini dengan Suriah.

Dia menjelaskan bahwa wilayah seluas 14,000 kilometer persegi di kawasan Al-Jazirah di bagian barat provinsi Anbar telah bersih secara militer dari keberadaan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Dalam jumpa pers mingguannya di Baghdad, ibu kota Irak, Selasa (28/11/2017), dia mengatakan, “Pasukan keamanan telah membersihkan sekira 14,000 kilometer di kawasan Aljazirah, dan kami telah menyudahi eksistensi ISIS (di sana) secara militer.”

Di menambahkan bahwa pasukan pemerintah Irak baru sekarang dalam satu abad terakhir dapat menjangkau dan mengendalikan secara total wilayah perbatasan negara ini dengan Suriah.

“Sejak 100 tahun silam, pemerintahan yang datang silih berganti belum pernah mencapai secara penuh perbatasan (Irak) dengan Suriah,” ungkapnya.

Mengenai tragedi teror yang menewaskan ratusan orang di Sinai, Mesir, dia mengatakan, “Peristiwa-peristiwa Sinai belakang ini mengkonfirmasi pandangan Irak mengenai bahaya terorisme.”

Dia lantas menyerukan kepada para pemimpin di Timteng agar serius bekerjasama memerangi terorisme.

Pasukan Irak pada Kamis lalu (23/11/2017) mengumumkan dimulainya operasi pembebasan kawasan A’ali al-Furat dan Aljazirah yang terletak antara tiga provinsi Salahuddin, Nineveh, dan Anbar. (alalam)

Turki Akan Perluas Misinya Ke Afrin Yang Dikuasai Pasukan Kurdi Suriah

Otoritas Turki menyatakan negara ini berniat memperluas zona misi pengawasannyanya di Suriah utara hingga ke kota Afrin yang dikuasai oleh milisi Kurdi yang dipandang Turki sebagai kelompok teroris.

Kantor Kepresiden Turki pada penutupan sidang Dewan Keamanan Nasional yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan merilis statemen yang menegaskan, “Misi pengawasan (di provinsi Idlib, Suriah utara) telah sukses menyelesaikan tugasnya, dan untuk menjamin pengadaan lingkungan yang tentram dan aman harus ada perluasan zona operasi misi ini agar mencakup kawasan Afrin dan barat Aleppo.”

Pada pertengahan Oktoberlalu Turki menyebar pasukan yang ditugaskan melakukan pemantauan di provinsi Idlib yang bersebelahan dengan Afrin dalam rangka penegakan kawasan de-eskalasi di Suriah yang telah disepakati dalam perundingan Astana antara Rusia, Iran, dan Turki.

Namun, pada pertengan November lalu Erdogan mengaku berniat “membersihkan Afrin” dari keberadaan Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) yang merupakan aliansi pasukan Kurdi dan Arab. Dia juga berulangkali mengancam akan melancarkan operasi militer terhadap SDF.

Turki menyebut SDF sebagai kelompok teroris meskipun milisi ini didukung oleh Amerika Serikat dan banyak berperan dalam penumpasan kelompok teroris ISIS di Suriah.

Kantor Kepresiden Turki dalam statemen itu menuding SDF melakukan “pembersihan etnis” di Suriah utara, kemudian menegaskan bahwa Turki “akan melanjutkan segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan, terutama di kawasan perbatasan.”

Pada Agustus 2016 dan Maret 2017 Turki melancarkan serangan darat di Suriah utara untuk menekan mundur ISIS menuju selatan dan menghalangi upaya milisi Kurdi mempertemukan wilayah-wilayah yang mereka kuasai di Suriah utara. (rayalyoum)