Rangkuman Berita Timteng Rabu 20 September 2017

referendum kurdi irakJakarta, ICMES: Perdana Menteri Irak Haider Abadi menolak tegas rencana penyelenggaraan referendum kemerdekaan wilayah otonomi Kurdistan Iran yang juga telah menimbulkan reaksi penolakan di tingkat regional maupun global.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengecam keras pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menyebutnya “ujaran kebencian dan kebodohan.”

Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani kembali menyerukan “dialog konstruktif” negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dengan Iran.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan menghadapi “tabir Iran” yang membayangi Timteng, dan tidak akan membiarkan Iran eksis untuk selamanya di Suriah.

Berita selengkapnya;

PM Irak Tolak Tegas Referendum Kemerdekaan Kurdistan

Perdana Menteri Irak Haider Abadi menolak tegas rencana penyelenggaraan referendum kemerdekaan wilayah otonomi Kurdistan Irak yang juga telah menimbulkan reaksi penolakan di tingkat regional maupun global.

“Referendum ini tertolak, baik terjadi sekarang maupun di masa mendatang, dan baik terjadi di wilayah ini maupun di kawasan yang dipersengkatakan,” tegas Abadi dalam jumpa pers di Baghdad, Selasa (19/9/2017).

Referendum itu sendiri rencananya akan digelar pada 25 September 2017 sesuai seruan pemimpin Kurdistan Irak Masoud Barzani pada Juni lalu.

Seruan referendum ini mendapat reaksi kontra di tingkat regional dan internasional. Berbagai negara meminta pembatalan rencana tersebut, sementara di Irak sendiri parlemen telah menyatakan penolakan tegasnya yang kemudian disusul dengan pemakzulan gubernur Kirkuk Najmuddin Karim, dan vonis penolakan dari Mahkamah Tinggi Federal yang notabene otoritas hukum tertinggi di Irak.

Perdana Menteri Irak juga menyatakan terbuka opsi intervensi militer di Kirkuk yang dihuni oleh suku Kurdi, Arab, dan Turkmen.

“Jika warga Kirkuk terancam bahaya maka sudah merupakan kewajiban sah kami untuk menerapkan keamanan. Kami telah menyampaikan perkataan yang jelas kepada polisi Kirkuk agar menunaikan kewajibannya menjaga keamanan dan tidak berubah menjadi alat (politik). Kami menyerukan agar Kirkuk tidak masuk ke dalam konflik,” tegasnya.

Keamanan di Kirkuk bertumpu pada pasukan keamanan Kurdi (Asayish) dan polisi pemerintahan pusat Baghdad.

Sebelumnya di hari yang sama, Masoud Barzani mengatakan bahwa jika tidak ada alternatif kongkret bagi referendum dalam tiga hari ke depan maka tidak mungkin referendum ditunda.

“Jika ada alternatif yang menjamin hak kami maka kami kami akan merayakannya pada 25 September dan menyelenggarakan pesta-pesta rakyat, sedangkan jika tidak ada alternatif yang sampai kepada kami maka kami semua akan memberikan suara pada tanggal 25 bulan ini,” katanya.  (rayalyoum)

Iran Sebut Pidato Trump Di PBB “Ujaran Kebencian Dan Kebodohan”

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengecam keras pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menyebutnya “ujaran kebencian dan kebodohan.”

“Ujaran kebencian Trump layak untuk Abad Pertengahan, bukan untuk PBB di abad 21, tak patut ditanggapi. Simpati palsu kepada orang Iran tidak akan menyentuh siapapun,” tulis Zarif melalui akun Twitternya, Selasa (19/9/2017).

Sebelumnya, Trump dalam pidatonya pada sidang ke-92 Majelis Umum PBB menyebut pemerintah Iran “rezim pembunuh” dan “diktator korup” serta mengatakan bahwa “sebagian besar korban yang terdera oleh para pemimpin Iran adalah orang Iran sendiri.”

Dia juga kembali menyebut kesepakatan nuklir Iran dengan enam negara terkemuka dunia, termasuk AS sendiri di era kepresidenan Barack Obama, sebagai perjanjian terburuk bagi AS.

“Kesepakatan Iran adalah salah satu transaksi terburuk dan paling sepihak yang pernah dilakukan AS… Terus terang, kesepakatan itu memalukan bagi AS, dan saya rasa Anda belum pernah mendengar yang terburuknya. Percayalah kepadaku,” ujarnya.

Dia juga menuding Iran menggunakan kekayaannya untuk membela Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Ansarullah (Houthi) di Yaman serta “merusak total perdamaian di Timteng.”

“Sudah saatnya seluruh dunia bergabung dengan kami dalam menuntut pemerintah Iran menyudahi kematian dan penghancurannya. Sudah saatnya rezim ini membebaskan semua warga AS  dan warga negara lain yang telah ditahan dengan tidak benar. Dan yang terpenting, pemerintah Iran harus berhenti mendukung teroris, mulai melayani rakyatnya sendiri, dan menghormati hak kedaulatan tetangganya,” ungkap Trump.

Sementara itu, menanggapi pidato Trump ini di Majelis Umum PBB ini, masyarakat Iran segera membuat hashtag  #shutuptrump  di Twitter yang berarti  “diam, Trump!” (rayalyoum/independent/fna)

Emir Qatar Kembali Serukan Dialog GCC Dengan Iran

Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani kembali menyerukan “dialog konstruktif” negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dengan Iran.

Dalam pidatonya pada sidang ke-92 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (19/9/2017), dia mengatakan, “Demi mewujudkan keamanan dan stabilitas kawasan Teluk, kami kembali menyerukan lagi apa yang pernah kami lontarkan di podium ini, yaitu pelaksanaan dialog konstruktif negara-negara GCC dengan Iran berdasarkan kepentingan kolektif dan prinsip kerukunan hidup bertetangga, saling menghormati kedaulatan negara, dan tidak mencampuri urusan internal,” ujarnya.

Bulan lalu Qatar mengumumkan pemulihan hubungannya dengan Iran dan pengiriman kembali duta besarnya untuk Irak ke Teheran.

Pada Januari 2016 Qatar menarik pulang duta besarnya dari Teheran setelah Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Iran menyusul aksi unjuk rasa disertai aksi pembakaran terhadap Kedubes Saudi di Teheran.

Belakangan Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir memusuhi dan memboikot Qatar dan mendesak Doha menurunkan taraf hubungan diplomatiknya dengan Iran.

Menlu Qatar Mohammad bin Abdurrahman al-Thani mengatakan bahwa kebijakan negaranya terhadap Iran “sejalan dengan kebijakan negara-negara Teluk dan tidak memiliki kerjasama melebihi kerjasama negara-negara Teluk lainnya” dengan Iran.  Dia juga menyebut “UEA mitra kedua bagi Iran.” (rayalyoum)

Netanyahu Berjanji Bendung Pengaruh Iran Di Timteng

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan menghadapi “tabir Iran” yang membayangi Timteng, dan tidak akan membiarkan Iran eksis untuk selamanya di Suriah.

“Dari Laut Kaspia hingga Laut Tengah dan Teheran hingga Tartus tabir Iran membayangi kawasan Timteng,” katanya dalam pidato pada sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS), Selasa (19/9/2017), meminjam istilah “Iron Curtain” (tabir besi) yang digunakan dalam deklarasi Winston Churcill dalam Perang Dingin AS melawan komunisme.

Dia menambahkan, “Israel berkomitmen mewujudkan perdamaian dengan semua tetangga Arabnya, termasuk orang-orang  Palestina… Israel bekerja intensif bersama negara-negara lain supaya negara-negara dunia tetap aman.”

Dia memuji pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres belakangan ini bahwa “penolakan terhadap hak Israel untuk eksis merupakan anti-Semitisme.”

Netanyahu juga menyebut kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Israel belum lama ini “menyentuh hati orang-orang Israel.”

Netanyahu dan Trump sebelumnya telah mengadakan pertemuan di sela-sela sidang Majelis Umum PBB dan membicarakan program nuklir Iran dan beberapa isu lain yang diperselisihkan oleh keduanya.

Sidang Majelis Umum PBB ke 92, Selasa, dihadiri oleh lebih dari 90 kepala negara di tengah  suasana panas terkait dengan berbagai isu dunia, termasuk ujicoba nuklir Korut, masa depan kesepakatan nuklir Iran dengan Barat, krisis pembantaian minoritas  warga Muslim Rohingya di Myanmar, dan perkembangan situasi Timteng. (rayalyoum)