Rangkuman Berita Timteng Kamis 26 April 2018

Jakarta, ICMES: Analis militer Rusia Konstantin Sivkov menyatakan bahwa serangan rudal Amerika Serikat terhadap Suriah justru berubah menjadi pukulan telak bagi mitos yang berkembang selama ini mengenai rudal Tomahawk.

Satu lagi wartawan Palestina gugur akibat kebrutalan pasukan Zionis Israel dalam bereaksi terhadap serangkaian aksi damai “Great March of Return”.

Ketua Dewan Tinggi Politik Yaman Mahdi al-Mashat yang baru menggantikan Saleh al-Samad mengancam negara-negara koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dengan perang terbuka.

Sekretaris Dewan Kebijakan Iran, Mohsen Rezaee, menyatakan bahwa pengiriman pasukan Arab ke Suriah akan menimbulkan berbagai dampak berbahaya, termasuk konflik mereka dengan Turki.

Turki menilai Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak bisa menjadi pemegang keputusan di Suriah di masa mendatang, namun mengakuinya sebagai realitas dan salah satu pihak yang menentukan dalam proses perdamaian.

Berita selengkapnya;

Pakar Rusia: AS Serang Suriah, Mitos Tomahawk Malah Runtuh

Analis militer Rusia Konstantin Sivkov menyatakan bahwa serangan rudal segi tiga Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Perancis terhadap Suriah pada 14 April lalu justru berubah menjadi pukulan telak bagi pamor AS karena meruntuhkan mitos yang berkembang selama ini mengenai rudal Tomahawk.

Seperti dilansir laman Vpk News, Sivkov yang juga menjabat  sebagai Ketua Akademi Problema Geopolitik menjelaskan bahwa AS telah melesatkan sekira 50 – 60 rudal bersayap Tomahawk dari kapal penjelajah dan kapal destroyer, serta antara 25 – 62 rudal yang sama oleh angkatan udara AS, dan kemungkinan kuat rudal-rudal itu berjenis GBU-38 dan AMG-158.  Sedangkan Inggris meluncurkan 8 rudal jenis Storm Shadow/SKALP melalui jet tempur Panavia Tornado.

Sivkov merinci bahwa semua rudal itu terkendali, berkecepatan di bawah kecepatan suara, dan menurut Kemhan Rusia,  dari 32 rudal yang lolos dari sergapan rudal pertahanan udara Suriah, hanya 10-15 rudal saja yang mengena sasaran dengan tingkat kerusakan yang tidak seberapa besar.

Para pakar militer, lanjutnya, tak pernah menduga sistem pertahanan udara kuno Uni Soviet yang dimiliki Suriah, termasuk S-125, S-200, dan Kvadrat dapat melakukan “keajaiban” sedemikian rupa, sebab rudal Tomahawk terkesan memiliki performa tempur yang sangat tinggi dalam berinteraksi dengan sistem-sistem pertahanan udara demikian, dan tingkat kerusakannyapun ternyata tidak sampai 20%.Menurutnya, kelemahan ini terjadi karena panjangnya durasi jelajah rudal yang molor hingga sekira setengah jam, dan juga karena kerentanannya dalam perang elektronika sehingga gampang tercegat, apalagi militer Suriah sudah cukup terlatih oleh para pakar Rusia.

Sivkov berkesimpulan bahwa AS gagal dalam serangannya ke Suriah karena justru menjadi pukulan telak bagi pamornya. (rt)

Satu Lagi Wartawan Palestina Gugur Akibat Serangan Pasukan Zionis

Satu lagi wartawan Palestina gugur akibat kebrutalan pasukan Zionis Israel dalam bereaksi terhadap serangkaian aksi damai “Great March of Return” warga Palestina di Jalur Gaza di lokasi dekat pagar pembatas Israel yang berlangsung setiap hari Jumat sejak 30 Maret lalu.

Wartawan Palestina bernama Ahmad Abu Hossein, Rabu malam (25/4/2018), menghembuskan nafas terakhirnya setelah sekira dua minggu menderita luka parah akibat diterjang peluru pasukan Zionis saat meliput aksi yang mengumandangkan hak seluruh orang Palestina untuk pulang ke kampung halamannya itu.

Dengan demikian, wartawan Palestina yang gugur syahid dalam aksi itu menjadi dua orang. Wartawan Palestina sebelumnya yang gugur adalah Yasser Mortaja yang juga terluka parah ditembak oleh penembak jitu Israel ketika mengadakan liputan aksi itu pada 4 April lalu. Pasukan Israel diduga kuat sengaja membidik Mortaja karena saat itu dia jelas-jelas mengenakan rompi wartawan bertuliskan “press”.

Warga Palestina mulai menggelar “Great March of Return” pada peringatan Hari Bumi Palestina pada 30 Maret lalu, dan akan terus berlanjut hingga menemukan puncaknya pada peringatan Tragedi Nakba pada 15 Mei.

Dalam aksi ini mereka menuntut hak para pengungsi Palestina pulang ke kampung halamannya di manapun di tanah Palestina, termasuk Israel yang merupakan wilayah pendudukan Palestina tahun 1948. Mereka juga menuntut diakhirnya blokade Israel terhadap Jalur Gaza.

Aksi ini direaksi pasukan Zionis dengan tindakan brutal yang sejauh ini telah menggugurkan 41 warga Palestina dan melukai sekira 500 orang lainnya. (alalam)

Penerus Al-Samad Tegaskan Perang Terbuka Yaman Dengan Saudi

Ketua Dewan Tinggi Politik Yaman yang terafiliasi dengan kelompok Ansarullah (Houthi) Mahdi al-Mashat yang baru menggantikan Saleh al-Samad mengancam negara-negara koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dengan perang terbuka sebagai reaksi atas serangan mereka yang menyebabkan kematian al-Samad.

Pernyataan itu dia tegaskan di depan ketua dan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat saat menyatakan sumpah jabatannya dalam pelantikan.

Sebagaimana dilansir channel al-Masirah milik Ansarullah, Rabu (25/4/2018), Al-Mashat mengatakan bahwa negara-negara koalisi Arab telah memilih perang terbuka, dan karena itu dia menyerukan kepada orang-orang Yaman untuk konsisten kepada terbuktinya pasukan koalisi melakukan “kesalahan fatal yang sangat memberatkan mereka, dan melebihi kapasitas kemampuan mereka.”

Dia menambahkan bahwa Amerika Serikat bertanggungjawab atas pembunuhan al-Samad. Dia menilai pembunuhan ini sebagai “kejahatan pembunuhan bermotif politik dan merupakan kelancangan terhadap kedaulatan bangsa Yaman dengan menyasar salah satu simbol nasional” Yaman.

“Kejahatan ini dilakukan oleh Saudi dengan pengawasan, dukungan, dan senjata Washington,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa serangan itu merupakan bukti nyata ilegalitas serta kotornya tujuan Saudi dan sekutunya, dan tak memiliki tujuan apapun kecuali berbuat zalim demi menduduki sebuah negara berdaulat dan menjauh dari sebuah bangsa yang mulia. (rt)

Iran Menilai Pengiriman Pasukan Arab Ke Suriah Berpotensi Konflik Dengan Turki

Sekretaris Dewan Kebijakan Iran, Mohsen Rezaee, menyatakan bahwa pengiriman pasukan Arab ke Suriah akan menimbulkan berbagai dampak berbahaya, termasuk konflik mereka dengan Turki.

Pernyataan ini merupakan tanggapan pertama otoritas Iran terhadap seruan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada negara-negara Arab agar mengirim pasukan ke Suriah.

“Keberadaan pasukan negara-negara Arab di Suriah utara dapat menimbulkan konflik berbahaya dengan Turki,” ujarnya, Rabu (25/4/2018).

Rezaee juga menegaskan, “Langkah pengiriman pasukan Arab ke Suriah akan sia-sia.”

Menyinggung serangan Israel beberapa waktu lalu ke Lanud T-4 di bagian tengah Suriah, dia menegaskan bahwa balasan Iran merupakan “perkara yang pasti” akan terjadi.

Pada bulan lalu Trump berulangkali menyatakan bahwa negara-negara Arab harus memainkan peranan mendasar dalam penumpasan terorisme di Suriah. Dia juga mengungkapkan keinginan kuatnya untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

Media AS mengutip keterangan sumber-sumber pejabat negara ini bahwa Trump berusaha menggerakkan pasukan negara-negara Arab agar menggantikan pasukan AS di Suriah demi stabilitas situasi di Suriah utara.

Selanjutnya, Saudi mengadakan pembicaraan dengan AS mengenai kemungkinan pengiriman pasukan koalisi militer Islam untuk pemberantasan terorisme di Suriah.

Dalam konteks ini, Menlu Saudi Adel al-Jubeir, mendesak Qatar agar mengirim pasukannya ke Suriah jika tidak ingin kehilangan dukungan militer AS.

Berbagai bocoran informasi juga menujukkan bahwa Trump juga mulai membahas masalah ini dengan pemerintah Mesir. (rt)

PM Turki Akui Assad Sebagai Realitas Dalam Proses Perdamaian Suriah

Perdana Menteri Turki Benali Yelderim menilai Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak bisa menjadi pemegang keputusan di Suriah di masa mendatang. Namun, Yelderim mengakui bahwa “rezim Suriah” dewasa ini merupakan satu realitas dan salah satu pihak yang menentukan dalam proses perdamaian.

“Di awal proses perdamaian, rezim Assad adalah satu realitas dan merupakan salah satu pihak. Suka atau tidak, semua mengakui hal ini,” ujarnya dalam jumpa pers di Madrid, Spanyol, Rabu (25/4/2018).

Dia menambahkan, “Tapi untuk jangka menengah dan panjang, dan dengan segala penderitaan dan terjadinya kebencian sedemikian besar maka tidak akan bisa demikian.”

Menurutnya, Turki, Rusia, dan Iran telah menempuh langkah-langkah besar dalam upaya penerapan gencatan senjata dan kesepakatan de-eskalasi di Suriah.

Lebih jauh Yelderim memastikan bahwa negaranya akan terus memerangi milisi Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) di Suriah utara. Ankara memandang YPG sebagai kelompok teroris, dan karena itu Turki mengecam keras dukungan AS kepada YPG.

“YPG terus melakukan kezaliman terhadap penduduk di berbagai kawasan timur Sungai Furat di Suriah, mempersenjatai anak-anak kecil mereka, menguasai harta bende mereka, dan melanggar kehormatan mereka,” tuding Yelderim. (rt)