Rangkuman Berita Timteng,  Kamis 22 Juni 2017

bin salman dan bin nayefJakarta, ICMES: Koran Israel Haaretz menyambut gembira pengangkatan Pangeran Mohammad Bin Salman, putera Raja Salman Bin Abdulaziz, sebagai putera mahkota menggantikan kemenakannya, Mohammad Bin Nayef, yang dipecat dari kedudukan ini.

Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Jenderal Gadi Eizenkot,menegaskan bahwa Hizbullah Lebanon merupakan musuh nomor wahid bagi Israel setelah Iran dan Gerakan Perlawanan Palestina (Hamas). Dia juga menilai serangan rudal Iran terhadap ISIS tidak sesukses apa yang dipropagandakan oleh Iran.

Ahmad al-Qaisi, pengamat asal Irak yang tinggal di Uni Emirat Arab menilai kecil kemungkinan Pakistan akan bersikap frontal terhadap Iran seberapa besarpun insentif yang ditawarkan oleh blok Arab Saudi yang didukung oleh Amerika Serikat (AS).

Pasukan Arab Suriah (SAA) mengumumkan bahwa pihaknya telah menjalin “hubungan strategis” dengan pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi walaupun Amerika Serikat (AS) berusaha menghalangi eksistensi SAA di wilayah Badiyah Suriah.

Berita selengkapnya;

Israel Sambut Gembira Penobatan Bin Salman Sebagai Putera Mahkota Saudi

Koran Israel Haaretz menyambut gembira pengangkatan Pangeran Mohammad Bin Salman, putera Raja Salman Bin Abdulaziz, sebagai putera mahkota menggantikan kemenakannya, Mohammad Bin Nayef, yang dipecat dari kedudukan ini.

Haaretz menyatakan perkembangan ini patut disambut gembira dengan alasan bahwa Bin Salman pernah berkunjung ke Israel pada tahun 2015 dan mengadakan pertemuan-pertemuan berkala dengan para pejabat Israel.

Bersamaan dengan ini, TV Israel Channel 9 berkomentar bahwa perkembangan yang terjadi di Kerajaan Arab Saudi memang patut disambut baik oleh Tel Aviv.

“Bin Salman, 32 tahun, pada Agustus mendatang praktis akan memimpin Kerajaan, dan ayahnya yang sakit, Raja Salman Bin Abdulaziz, akan turun dari tahta,” tulis Haaretz, Rabu (21/6/2017).

Harian ini menyebut Bin Salman “bocah yang baik bagi Israel” karena pendiriannya yang tegas terhadap “Iran, Hizbullah Lebanon, Ikhwanul Muslimin, dan ISIS” sehingga menjadi mitra strategis bagi Israel.

Haaretz mengungkap adanya pertemuan-pertemuan teratur antara para perwira Saudi dan Israel di Yordania, dan semua ini tentunya didasari persetujuan dari Bin Salman selaku menteri pertahanan Saudi.

Salah satu pertemuan itu berlangsung di Eilat, Israel, pada tahun 2015, dan pertemuan lain terjadi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Arab di Yordania pada Maret 2017. Selain itu juga terjadi pertemuan-pertemuan berkala antara para perwira Saudi dan para perwira Israel dalam bingkai latihan perang bersama Yordania, Saudi, dan Amerika Serikat (AS) untuk koordinasi kegiatan.

Haaretz kemudian menyoal, “Sejauh mana Bin Salman ingin memotivasi proses perdamaian antara Israel dan Palestina sebagai bagian dari agenda utara Presiden AS Donald Trump, dan apakah dia mampu menciptakan perubahan dalam sistem hubungan antara Israel dan Saudi?” (rayalyoum)

Militer Israel Bicara Hizbullah Dan Serangan Rudal Iran

Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Jenderal Gadi Eizenkot,menegaskan bahwa Hizbullah Lebanon merupakan musuh nomor wahid bagi Israel setelah Iran dan Gerakan Perlawanan Palestina (Hamas). Dia juga menilai serangan rudal Iran terhadap ISIS tidak sesukses apa yang dipropagandakan oleh Iran.

Seperti dilansir koran Israel Yedioth Ahronoth, Eizenkot dalam Konferensi Herzliya mengatakan bahwa intelijen Israel memiliki data dan informasi bahwa pasukan Hizbullah tersebar di 200 desa dan kota di Lebanon selatan dan membangun kekuatan yang bertumpu pada puluhan ribu rudal dan senjata-senjata canggih yang berasal dari Iran, Suriah, dan Rusia.

Dia menambahkan bahwa Iran setiap tahun mendanai Hizbullah sebesar 800 juta USD untuk membangun dan memperbesar arsenal militernya, sementara Rusia bersikap masa bodoh terhadap pengiriman senjata buatannya ke Hizbullah melalui Suriah.

Menurutnya, sepertiga kekuatan Hizbullah ada di Suriah dan mereka telah mengasah pengalaman perang yang tak dapat diabaikan oleh Israel.

Mengenai Iran dia menyebut negara republik Islam ini sebagai ancaman bukan hanya bagi Israel, melainkan juga bagi seluruh kawasan Timteng, sementara kekalahan ISIS dan pengabaian terhadap pengaruh Iran merupakan kesalahan.

Dia juga menuding Iran masih berambisi meraih senjata nuklir ketika dunia berusaha agar Iran tidak menjadi Korea jilid 2, dan dalam konteks ini Israel memiliki kepentingan kolektif dengan “negara-negara Sunni moderat”, AS dan bahkan dengan Cina dan Rusia. Dia lantas mengapresiasi membaiknya hubungan tertutup maupun terbuka antara Israel dan negara-negara Arab.

“Kami melihat kontinyuitas sepak terjang Iran di Suriah dan Jalur Gaza, upayanya mempengaruhi Jihad Islam dan Hamas, meskipun keduanya beraliran Sunni, dan upayanya menebar pengaruh di Yaman,” ungkapnya.

Mengenai serangan rudal Iran terhadap ISIS di Deir Ezzor, Suriah timur, Ahad lalu, dia tidak percaya serangan itu berhasil seperti yang dikatakan Iran.

“Beberapa hari lalu sejumlah rudal telah diluncurkan dari Iran Barat menuju sasaran-sasaran di Suriah, di Deir Ezzor. Keberhasilan operasionalnya tak sebesar apa yang ramai dibicarakan di media massa…  Secara operasional, jauh dari pencapaian sasaran secara akurat dan tak sebesar keberhasilan yang mereka bangga-banggakan,” terangnya. (rayalyoum)

Krisis Qatar, Mengapa Pakistan Menghindari Konflik Dengan Iran?

Ahmad al-Qaisi, pengamat asal Irak yang tinggal di Uni Emirat Arab menilai kecil kemungkinan Pakistan akan bersikap frontal terhadap Iran seberapa besarpun insentif yang ditawarkan oleh blok Arab Saudi yang didukung oleh Amerika Serikat (AS).

“Sedapat mungkin Pakistan akan tetap bersikap netral karena Iran dapat menggoyang keamanan dalam negerinya. Sebab, Iran dapat menghentikan perdagangan dan program pasokan listrik, sebagaimana juga dapat memicu problematika di Baluchistan melalui para ekstrimis Syiah di Pakistan,” tulisnya di media online Ray al-Youm, Rabu (21/6/2017).

Dia menambahkan bahwa komandan angkatan bersenjata Iran, Mohammad Bagheri, sebelumnya telah melontarkan ancaman bahwa Iran akan menyasar “tempat-tempat perlindungan para teroris melalui perbatasan Pakistan jika serangan teror melalui perbatasan tidak berhenti.”

Menurutnya, Iran juga mengancam akan mengejar kelompok al-Baluch dan Jaish al-Adl di provinsi Baluchistan, dan telah menempatkan puluhan tank, mobil lapis baja, mesin-mesin perang dan rudalnya di Mirjaveh dekat perbatasan Pakistan. Hal ini mendorong Kemlu Pakistan menyatakan bahwa kehadiran Pakistan dalam KTT Riyadh belum lama ini bukan berarti bahwa Pakistan mendukung kebijakan Riyadh anti-Iran.

Al-Qaisi juga menjelaskan bahwa krisis Qatar juga berpengaruh terhadap perekonomian  Pakistan, terutama di bidang energi. Pakistan bersikap netral dalam krisis ini demi menjaga kepentingan vitalnya, karena Pakistan mengimpor sekira 500 juta kubik gas alam dari Qatar. Selain itu, pada tahun lalu Pakistan juga telah meneken kesepakan impor gas Qatar sebesar 35 juta ton untuk jangka waktu 15 tahun , dan Pakistan tentu tidak siap membatalkan perjanjian ini. (rayalyoum)

Damaskus:  AS Gagal Halangi Keterhubungan SAA Dengan Relawan Irak Di Perbatasan

Pasukan Arab Suriah (SAA) mengumumkan bahwa pihaknya telah menjalin “hubungan strategis” dengan pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi walaupun Amerika Serikat (AS) berusaha menghalangi eksistensi SAA di wilayah Badiyah Suriah.

Pemerintah Damaskus menyatakan bahwa AS berusaha menghalangi ketercapaian pasukan al-Hashd al-Shaabi ke pintu perbatasan al-Walid antara Suriah dan Irak, namun usaha untuk menggagalkan keterhubungan darat pasukan relawan Irak dengan SAA itu kandas.

“Pada 23 Mei 2017 telah diluncurkan operasi ‘Fajar Besar’ anti ISIS di Badiyah Suriah (sahara timur) , dan seminggu kemudian tentara Suriah dan sekutunya berhasil menguasai kawasan luas sahara di provinsi Homs dan Damaskus, selain juga telah mencapai bagian timur laut provinsi Suwaida,” ungkap Pusat Media Perang SAA dalam statemennya yang menjelaskan perkembangan terkini di wilayah perbatasan Suriah-Irak, Rabu (21/6/2017).

Statemen ini menyebutkan bahwa dengan demikian SAA telah mencegah masuknya pasukan AS ke wilayah Badiya, kemudian berhasil mencapai perbatasan dan menjalin hubungan darat dengan al-Hashd al-Shaabi.

Sebelumnya AS telah membuat “peringatan” terhadap SAA dengan melancarkan tiga serangan terpisah terhadap SAA dan sekutunya setelah kelompok-kelompok pasukan pemberontak Suriah yang didukung AS gagal eksis di kawasan itu. Dengan keberhasilan tahap awal operasi ini, SAA telah mencapai perbatasan Suriah-Irak di timur laut kota kecil al-Tanaf yang dikuasai oleh pasukan AS.

SAA menegaskan bahwa keberhasilan ini telah membuahkan “hubungan strategis antara Irak dan Suriah setelah AS berusaha menggagalkannya sejak tahun 2011.” Selain itu, hal ini juga membuat kelompok-kelompok pemberontak Suriah tak dapat bergerak menuju kawasan perbatasan Abu Kamal setelah al-Tanaf terkepung dari perbatasan Irak dan terjadi pertemuan antara pasukan Suriah dan pasukan Irak. (rayalyoum)