Rangkuman Berita Timteng Jumat 2 Maret 2018

khamenei dan menteri wakaf suriahJakarta, ICMES: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei memuji Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan menyebutnya sebagai tokoh resistensi yang berada di garis terdepan sehingga harus didukung oleh Iran.

Gencatan senjata atau jeda kemanusiaan di kawasan Ghouta Timur melewati hari ketiga namun belum tercatat adanya warga sipil yang keluar dari kawasan itu.

Kemhan Amerika Serikat (AS) mengakui bahwa negara ini tidak memiliki bukti bahwa tentara Suriah menggunakan zat kimia klorin di Ghouta Timur.

Seorang petinggi militer  Rezim Zionis Israel menyatakan bahwa keterbunuhan Sekjen Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, akan menjadi “kemenangan yang menentukan” dalam perang Arab-Israel di masa mendatang.

Selengkapnya:

Ayatullah Khamenei: Assad Tokoh Resistensi Garis Depan Yang Harus Didukung

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei memuji Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan menyebutnya sebagai tokoh resistensi yang berada di garis terdepan sehingga harus didukung oleh Iran.

“Suriah sekarang berada di garis pertahanan pertama dan kami harus membelanya… Presiden Suriah Bashar Assad merupakah tokoh terkemuka resistensi, dia tidak mengalami bimbang dan ragu, dan faktor demikian sangatlah penting bagi suatu bangsa,” ujar Ayatullah Khamenei dalam kata sambutan saat dikunjungi oleh Menteri Wakaf Suriah Mohammad Abdul Sattar dan rombongannya di Teheran, Kamis (1/3/2018).

Dia menambahkan bahwa bangsa-bangsa Muslim sekarang mengalami keterhinaan, namun bukan “mereka bukan hina, melainkan para pemimpin merekalah yang telah membuat mereka hidup terhina,” dan “bangsa yang para pemimpinnya merasa mulia dan merasakan pula kemuliaan Islam pasti akan mulia sehingga tidak akan terkalahkan oleh musuh.”

Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa revolusi Islam Iran sekarang memasuki dekadenya yang keempat meskipun semua kekuatan besar dunia semisal Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) serta rezim-rezim reaksioner Arab menjalin aliansi untuk memusuhi dan merongrong revolusi ini sejak hari pertama kemenangannya atas rezim dinasti Syah Pahlevi pada tahun 1979.

“Revolusi ini tidak terkalahkan, dan ini menunjukkan bahwa tidak semua apa yang dikehendaki oleh kekuatan-kekuatan besar pasti menjadi kenyataan,” ujarnya.

Dia menekan keharusan bersatu dan kompak melawan barisan musuh.

“Jika kami dan Anda serta komponen Poros Resistensi lainnya di kawasan ini bekerjasama maka keputusan kita akan dahsyat dan musuh tidak akan dapat melakukan tindakan apapun terhadap kita,” tegasnya.

Bersama Rusia, Iran adalah negara yang berpihak kepada pemerintah Suriah dan membantunya dalam perang melawan pemberontakan dan terorisme yang melanda Suriah sejak tahun 2011 sampai sekarang.

Pemimpin Besar Iran melontarkan pernyataan demikian sehari setelah Uni Eropa meminta Iran dan Rusia mendesak pemerintahan Assad supaya menghentikan serangan militernya terhadap kelompok-kelompok militan pemberontak dan teroris di Ghouta Timur yang bersebelahan dengan Damaskus, ibu kota Suriah. (alalam/rayalyoum)

Jeda Kemanusiaan Di Ghouta Timur Belum Juga Menghasilkan Keluarnya Warga Sipil

Gencatan senjata atau jeda kemanusiaan yang diumumkan Rusia di kawasan Ghouta Timur yang bersebelahan dengan Damaskus, ibu kota Suriah, Kamis kemarin (1/3/2018), melewati hari ketiga, namun belum tercatat adanya warga sipil yang keluar dari kawasan itu melalui jalur khusus yang telah disediakan bagi mereka di timur laut Damaskus.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku telah berhasil menyalurkan bantuan ke Ghouta Timur dalam beberapa hari terakhir, namun lembaga ini menilai jeda kemanusiaan Rusia itu “tidak cukup” untuk kawasan di mana, menurut Observatorium Suriah untuk HAM yang dekat dengan kubu oposisi, ratusan warga sipil, termasuk anak-anak kecil, terbunuh dalam perang antara tentara Suriah dan kawanan bersenjata.

Dewan Keamanan PBB Sabtu lalu merilis resolusi yang mendesak penerapan gencatan senjata secara menyeluruh “tanpa ditunda”, namun Rusia mengumumkan bahwa jeda kemanusiaan dimulai sejak Selasa lalu dan berlaku hanya mulai pukul 07.00 hingga 14.000 waktu setempat, dan dalam rangka ini telah disediakan jalur Al-Wafidin di timur laut kota Duma untuk keluarnya warga sipil dari Ghota Timur yang dikepung oleh pasukan pemerintah tersebut.

Namun, hingga genap hari ketiga belum ada warga sipil yang keluar dari sana kecuali dua orang warga negara Pakistan pada Rabu lalu setelah ada perundingan terpisah yang dilakukan oleh Kedubes Pakistan untuk Suriah di Damaskus.

AFP melaporkan bahwa di jalur itu terdapat tentara Rusia yang berjaga –jaga bersama tentara Suriah, dan terdapat pula para relawan lembaga bulan Sabit Merah Suriah yang menyiap mobil-mobil ambulan.

Jalur itu sepenuhnya kosong dari gerakan warga sipil, dan tentara Rusia menuding kawanan bersenjata menjadikan warga sipil sebagai tameng sehingga melarang warga sipil meninggalkan mereka.

“Selama tiga hari terakhir warga sipil tidak bisa meninggalkan Ghouta Timur karena mereka dijadikan sebagai sandera oleh kelompok-kelompok bersenjata ilegal sehingga mereka tidak diperkenankan pergi,” ungkap militer Rusia. (rayalyoum)

Pentagon Mengaku Tak Punya Bukti Tentara Suriah Gunakan Bom Kimia Di Ghouta Timur

Kemhan Amerika Serikat (AS), Pentagon, mengakui bahwa negara ini tidak memiliki bukti bahwa tentara Suriah menggunakan zat kimia klorin di Ghouta Timur.

Hal ini dinyatakan Pentagon saat berbicara mengenai penyeledikan tim independen PBB atas dugaan penggunaan zat klorin dalam operasi militer di Idlib dan Ghouta Timur.

Jubir Pentagon, Dana White, mengatakan pihaknya “belum melihat bukti” penggunaan senjata kimia oleh tentara Suriah di Ghouta Timur, ketika dia ditanya apakah AS  telah menemukan suatu bukti adanya penggunaan senjata terlarang kimia.

Juru bicara Kemlu AS Heather Nauert  Februari lalu menuduh Damaskus menggunakan senjata kimia di dekat kota Saraqib Idlib. Dia  juga mengatakan bahwa Washington percaya bahwa Rusia melindungi pemerintah Suriah dari pertanggungjawaban atas dugaan penggunaan senjata kimia yang masih berlanjut.

Kemhan Rusia membantah tuduhan itu dan menyebutnya hanya didasari  rumor dan informasi dari pihak militan sehingga tuduhan-tuduhan sebelumnyapun juga tidak pernah terbukti dengan fakta.

Menimpali tuduhan AS tersebut Inggris menyatakan pihaknya bisa jadi akan mempertimbangkan langkah militer, termasuk serangan udara terhadap pemerintah Suriah, jika tuduhanitu terbukti benar. (sputniknews)

Israel Incar Nyawa Sayyid Hassan Nasrallah Dalam Perang Mendatang

Seorang petinggi militer  Rezim Zionis Israel menyatakan bahwa keterbunuhan Sekjen Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, akan menjadi “kemenangan yang menentukan” dalam perang Arab-Israel di masa mendatang.

“Jika kita berhasil membunuh Nasrallah dalam perang berikutnya, saya akan melihatnya sebagai pencapaian kemenangan yang menentukan,” ujar Mayjen Yaakov Barak, Rabu (1/2/2018), seperti dilansir Haaretz.

Barak memperkirakan perang mendatang akan sangat berbeda dari sebelumnya, dan untuk perang itu Angkatan Darat Israel “siap dan siap” dikerahkan ke wilayah Lebanon secara lebih cepat, luas dan dalam dari pada sebelumnya.

Namun dia juga mempekirakan bahwa “perang berikutnya bukanlah perang beberapa hari, tapi juga tidak menghendaki  berlangsung beberapa bulan.”

Pada November tahun lalu juru bicara militer Israel Brigjen Ronen Manelis bersumbar bahwa Hizbullah akan menjadi sasaran pembunuhan dalam agresi Tel Aviv berikutnya terhadap Lebanon.

“Tidak akan ada gambaran kemenangan yang jelas dalam perang berikutnya, meski jelas bahwa Nasrallah adalah target,” ancam Manelis.

Israel mengobarkan dua perang terhadap Lebanon pada tahun 2000 dan 2006, dan dalam dua perang ini  Hizbullah berhasil menimpakan kerugian besar pada tentara Zionis Israel.

Nasrallah sendiri berulang kali memperingatkan Israel untuk tidak mencoba lagi mengagresi negaranya, karena pasukan Lebanon akan memberikan reaksi yang menghancurkan rezim tersebut dalam perang mendatang.

Ketegangan meningkat antara Israel dan Lebanon dalam beberapa pekan terakhir terkait pembangunan tembok perbatasan Tel Aviv serta ancaman Israel terhadap proyek eksplorasi minyak dan gas lepas pantai Lebanon di perairan Laut Tengah.

Awal pekan ini Presiden Lebanon Michel Aoun memastikan Beirut siap menghadapi ancaman Israel.

Panglima militer Lebanon Jenderal Joseph Aoun bulan lalu memperingatkan Israel untuk tidak menyulut perang baru terhadap Lebanon karena negara ini akan menggunakan setiap cara yang ada untuk menghadapinya.

“Tentara tidak akan menyisihkan metode apapun untuk menghadapi agresi Israel, berapa pun harganya,” ungkapnya. (presstv)